Polisi Sebut Bos Perusahaan Animasi yang Diduga Aniaya Karyawan Sudah Kabur dari Indonesia
- VIVA.co.id/Foe Peace Simbolon
Jakarta, VIVA - Bos perusahaan game art dan animasi, Brandoville Studio, bernama Cherry Lai, yang diduga menganiaya karyawannya, diduga sudah tidak ada di Indonesia.
"Terlapor terdata telah meninggalkan Indonesia," ujar Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Ade Ary Syam Indradi pada Rabu, 18 September 2024.
Adapun, hal ini diketahui dari hasil koordinasi yang dilakukan Polres Metro Jakarta Pusat dengan Kantor Imigrasi Jakarta Pusat. Menurut hasil pengecekan oleh Kantor Imigrasi Jakarta Pusat, Cherry Lai telah meninggalkan Indonesia pada 29 Agustus 2024.
Meski begitu, belum diketahui yang bersangkutan pergi ke negara mana. Pelaku belum tentu pulang ke negara asalnya di Hongkong.
"Ini akan didalami terus akan diusut tuntas," kata dia lagi.
Sebelumnya, seorang karyawan wanita berinisial CS melaporkan bos perusahaan game art dan animasi 'BS' di Menteng ke Polres Metro Jakpus. Dia melaporkan terkait dugaan kasus dugaan penganiayaan yang dilakukan bosnya.
Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat, AKBP Muhammad Firdaus membenarkan laporan tersebut. Dia bilang, bos perusahaan art dan animasi yang dilaporkan merupakan warga negara Hongkong.
"Korban sudah buat laporan. (Inisialnya terlapor CL, warga negara Hongkong," kata Firdaus saat dihubungi wartawan Senin, 16 September 2024.
CS (27) yang bekerja di perusahaan game dan animasi di kawasan Jakarta Pusat menceritakan pengalaman pahitnya sebagai korban kekerasan dari atasannya, C (43).
CS mengisahkan penderitaannya yang telah berlangsung selama dua tahun. Kekerasan itu mencakup kekerasan fisik, verbal, psikologis, bahkan pelecehan seksual.
"Saya mengalami banyak bentuk kekerasan mulai dari fisik, verbal hingga kekerasan psikologis, dan sebenarnya ada unsur pelecehan seksual juga," ujar CS.
CS mengaku bahwa kekerasan yang dialaminya dimulai sejak tahun 2022. Namun, puncaknya terjadi pada 2024, ketika C mulai melakukan kekerasan fisik secara langsung.Â
Menurut pengakuannya, di tahun-tahun awal, C memaksa CS untuk menyakiti dirinya sendiri alih-alih melakukan kekerasan secara langsung.
"Di tahun-tahun awal, dia tidak memukul saya secara langsung. Dia lebih sering menyuruh saya menampar diri saya sendiri sekeras mungkin. Itu bisa terjadi hingga 100 kali setiap kali saya melakukan kesalahan," kata CS dengan suara bergetar.Â
CS mengatakan jika dia merasa tidak cukup keras dalam menyakiti dirinya sendiri, C akan memaksanya untuk mengulangi tindakan tersebut.Â
"Jika dia merasa tamparannya tidak cukup keras, dia akan menyuruh saya mengulanginya. Setiap tamparan harus disertai suara keras dan dilakukan di kedua pipi. Dia sangat senang jika kacamata saya sampai terlepas," ujar CS.
Selain itu, CS juga dipaksa menjalani hukuman fisik yang berat lainnya. Salah satu hukuman paling berat adalah disuruh berlari naik turun tangga sebanyak 45 kali dalam satu malam.Â
"Saya harus lari naik turun lima lantai sebanyak 45 kali dalam satu malam. Itu sungguh melelahkan," ungkapnya.
Pada Mei 2024, CS mengalami kekerasan yang paling parah saat bos memaksanya untuk membenturkan kepalanya sendiri ke tembok di lantai tiga kantor. Saat pertama kali diperintahkan untuk melakukannya, CS mengaku tidak percaya bahwa sang bos akan tega memberikan perintah sekejam itu.
"Awalnya, saya tidak percaya ketika dia menyuruh saya membenturkan kepala ke tembok. Saya hanya melakukannya pelan, tetapi dia marah dan mengatakan, saya harus melakukannya dengan keras," ujarnya.