Polisi Kantongi Identitas Bos Perusahaan Animasi di Menteng, WNA Asal Hongkong
- VIVA.co.id/Foe Peace Simbolon
Jakarta, VIVA - Polisi sedang mencari keberadaan bos perusahaan game art dan animasi, Brandoville Studio, di Menteng yang diduga menganiaya karyawannya.
"Diduga pelaku masih dicari keberadaannya," kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Pusat, Ajun Komisaris Besar Polisi Muhammad Firdaus pada Selasa, 17 September 2024.
Identitas bos perusahaan tersebut telah dikantongi. Dia adalah Cherry Lai, warga negara asing (WNA) asal Hongkong. Setelah menemukan pelaku, polisi bakal memanggilnya untuk diperiksa terkait laporan yang ada.
"(Inisial) CL, (warga negara) Hongkong," kata dia.
Sebelumnya diberitakan, seorang wanita berinisial CS melaporkan bos perusahaan game art dan animasi 'BS' di Menteng ke Polres Metro Jakarta Pusat. Dia dilaporkan terkait kasus dugaan penganiayaan.
Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat, AKBP Muhammad Firdaus membenarkan adanya laporan tersebut. Dia mengatakan, bos perusahaan art dan animasi yang dilaporkan merupakan warga negara Hongkong.
"Korban sudah buat laporan. (Inisialnya terlapor CL, warga negara Hongkong," kata Firdaus saat dihubungi wartawan pada Senin, 16 September 2024.
Untuk diketahui, seorang karyawan perempuan berinisial CS (27) yang bekerja di perusahaan game dan animasi di kawasan Jakarta Pusat mengungkapkan, pengalaman pahitnya sebagai korban kekerasan dari atasannya, C (43).
Dalam wawancara yang dilakukan di Jakarta Selatan pada Kamis, 12 September 2024, CS mengisahkan penderitaannya yang telah berlangsung selama dua tahun, mencakup kekerasan fisik, verbal, psikologis, bahkan pelecehan seksual.
"Saya mengalami banyak bentuk kekerasan, mulai dari fisik, verbal, hingga kekerasan psikologis, dan sebenarnya ada unsur pelecehan seksual juga," ungkap CS.
CS mengaku bahwa kekerasan yang dialaminya dimulai sejak tahun 2022, namun puncaknya terjadi pada tahun 2024, ketika C mulai melakukan kekerasan fisik secara langsung.
Menurut pengakuannya, di tahun-tahun awal, C memaksa CS untuk menyakiti dirinya sendiri alih-alih melakukan kekerasan secara langsung.
"Di tahun-tahun awal, dia tidak memukul saya secara langsung. Dia lebih sering menyuruh saya menampar diri saya sendiri sekeras mungkin. Itu bisa terjadi hingga 100 kali setiap kali saya melakukan kesalahan," kata CS dengan suara bergetar.
Lebih lanjut, CS menjelaskan bahwa jika dia merasa tidak cukup keras dalam menyakiti dirinya sendiri, C akan memaksanya untuk mengulangi tindakan tersebut.
"Jika dia merasa tamparannya tidak cukup keras, dia akan menyuruh saya mengulanginya. Setiap tamparan harus disertai suara keras dan dilakukan di kedua pipi. Dia sangat senang jika kaca mata saya sampai terlepas," tambah CS.
Jika sebelumnya kekerasan dilakukan secara diam-diam di dalam kamar, tahun 2024 menjadi titik balik yang suram bagi CS, karena C mulai melakukan kekerasan secara terbuka. C bahkan meminta CS untuk menyakiti dirinya sendiri di hadapan umum.
Selain menampar dirinya sendiri, CS juga dipaksa menjalani hukuman fisik yang berat lainnya. Salah satu hukuman paling berat yang diingatnya adalah disuruh berlari naik turun tangga sebanyak 45 kali dalam satu malam.
"Saya harus lari naik turun lima lantai sebanyak 45 kali dalam satu malam. Itu sungguh melelahkan," kenangnya.
Pada Mei 2024, CS mengalami kekerasan yang paling parah saat C memaksanya untuk membenturkan kepalanya sendiri ke tembok di lantai tiga kantor. Saat pertama kali diperintahkan untuk melakukannya, CS mengaku tidak percaya bahwa C akan tega memberikan perintah sekejam itu.
"Awalnya, saya tidak percaya ketika dia menyuruh saya membenturkan kepala ke tembok. Saya hanya melakukannya pelan, tetapi dia marah dan mengatakan saya harus melakukannya dengan keras. Setelah menjalani hukuman fisik yang lain, saya benar-benar sudah kelelahan. Saya membenturkan kepala saya sekeras mungkin, dengan harapan semuanya akan berakhir saat itu juga," cerita CS dengan mata berkaca-kaca.