Kebakaran Rumah Wartawan di Karo, Anak Korban Laporkan Dugaan Pembunuhan Berencana
- VIVA.co.id/B.S. Putra (Medan)
Medan – EP selaku anak kandung dari Rico Pasaribu (40) rumahnya dibakar oleh dua orang pelaku membuat laporan ke Polda Sumut, Senin kemarin, 8 Juli 2024. EP meminta pihak kepolisian melakukan pengusutan dan penyidikan pembunuhan berencana atas kasus dialami kedua orang tuanya.
EP membuat laporan ke Polda Sumut dampingi Direktur LBH Medan Irvan Sahputra sebagai kuasa hukum EP dan Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ). Karena, dari penyidikan kasus kebakaran ini, masih menimbulkan kejanggalan.
“Kami melaporkan dugaan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Rico Sempurna Pasaribu,” ujar Direktur LBH Medan Irvan Sahputra kepada wartawan, di Kota Medan, Rabu 9 Juli 2024.
Dugaan pembunuhan berencana ini bukan tanpa alasan. Dalam investigasinya, KKJ menemukan rentetan fakta sebelum kebakaran itu terjadi. Irwan mengungkapkan dimana fakta-fakta yang ditemukan berdasarkan hasil investigasi bersama KKJ Sumut. Antara lain, yakni sebelum kebakaran terjadi Rico Sempurna memberitakan terkait perjudian yang ada di Jalan Kapten Bom Ginting, Kelurahan Padang Mas, Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo, Sumut.
Atas pemberitaan itu, Rico Sempurna Pasaribu bersama beberapa rekannya tidak pulang ke rumah dan mencari tempat yang aman.“Setelah pemberitaan itu, korban Rico Sempurna diduga mendapat ancaman,” kata Irvan.
Terjadi kebakaran di rumah korban di Jalan Nabung Surbakti, Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, pada Kamis dini hari, 27 Juni 2024, sekitar pukul 03.30 WIB. Rico dan tiga anggota keluarganya ditemukan hangus di dalam satu kamar.
Selain menewaskan Sempurna Pasaribu, juga merenggut nyawa, istrinya Efprida Br Ginting (48), anaknya, Sudiinveseti Pasaribu (12) dan cucunya, Loin Situngkir (3).
Sehari-hari, Rico membuka warung di rumahnya yang terbuat dari kayu. Dia juga menjual BBM eceran dan gas elpiji. Penuturan EP selaku anak korban, sang ibu selalu mengamankan bensin eceran dan gas elpiji dengan cara menutupnya dengan kain basah.
“Ini sebuah kejanggalan. Logika sederhana, jika terjadi kebakaran, kenapa seolah tidak ada upaya menyelamatkan diri. Menjadi pertanyaan besar, kenapa jenazah ditemukan di dalam satu ruangan kamar yang sangat kecil. Ini harus diusut,” kata Irvan.
Setelah kejadian itu, sejumlah saksi diperiksa. Salah satunya EP (anak korban). LBH Medan menyoroti prosedur pemeriksaan yang dilakukan polisi. EP dipanggil polisi tanpa surat pemanggilan resmi. Dia hanya dikontak melalui WhatsApp.
Dalam pemeriksaan itu, EP juga merasa diintimidasi. Pertanyaan polisi saat itu mengarahkan jawaban EP agar mengamini jika peristiwa yang menimpa keluarganya adalah kebakaran murni.
“Ini merupakan pelanggaran prosedur yang dilakukan polisi. Sehingga kita membuat laporan kembali ke Polda Sumut, agar kembali diperiksa ulang EP sebagai salah satu saksi,” kata Irvan.
KKJ juga mendapatkan informasi bahwa salah satu saksi mendapat intimidasi. Polsi meminta ponsel dan menghapus pesan dari ketua Ormas yang memperingatkan RSP agar tidak pulang ke rumah.
“Tentu ini menjadi pertanyaan. Kenapa penyidik bisa diduga memaksa menghapus pesan itu,” kata Irvan.
Sementara itu, EP tetap meyakini ayahnya diduga dibunuh. Dia berharap kepolisian bisa mengusut tuntas kasus ini secara terang benderang.
“Saya berharap Polda Sumut bisa mengungkap kasus ini. Saya masih tidak percaya jika ini merupakan kebakaran murni,” ucap EP, dengan singkat.