13 WN Taiwan Dideportasi dan Dicekal Ketahuan Scamming di Bali dan Pelaku Kejahatan Berat

Pendeportasian 13 WN Taiwan yang melakukan sacmming di Bali dan kejahatan berat di negaranya.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Maha Liarosh (Bali)

Bali – Direktorat Jenderal Imigrasi, mendeportasi dan memasukkan ke dalam daftar cekal terhadap 13 Warga Negara Asing (WNA) asal Taiwan. Mereka ketahuan melakukan scamming di Bali dan merupakan pelaku kejahatan berat di negaranya. Sebanyak 11 orang di antaranya telah dicabut paspornya.

Petenis Indonesia Bertumbangan, Duet China-Taiwan Juara Men's World Tennis Championship 2024 Bali

Untuk 13 WN Taiwan itu sebelumnya diamankan oleh Imigrasi bersama puluhan WN Taiwan lainnya di sebuah  vila di Jalan Marga Tabanan Bali, beberapa waktu lalu

Adapun tindak pidana yang dilakukan oleh 13 orang tersebut antara lain penipuan, pencucian uang, narkotika, serta melakukan penyerangan di Taiwan.

Polri Berhasil Ringkus Pengendali Pabrik Narkoba di Bali

Mereka dideportasi melalui Bandara Soekarno-Hatta dengan maskapai China Airlines CI 762 yang berangkat menuju Bandara Internasional Taoyuan, Taiwan pada Kamis, 4 Juli 2024 lalu.

“Setelah dilakukan pemeriksaan mendalam oleh petugas imigrasi, ketiga belas WNA tersebut ternyata adalah pelaku kejahatan berat di Taiwan. Mereka akan menjalani proses projustisia di Taiwan,” jelas Direktur Jenderal Imigrasi, Silmy Karim.

Pertama di Jawa Barat, Immigration Lounge Buka di Grand Metropolitan Mall Bekasi

Ia menambahkan, Ditjen Imigrasi menyerahkan sejumlah barang bukti kepada pemerintah asal negara pelaku kejahatan. Sementara itu, polisi asal Taiwan turut melakukan pengawalan ketat kepulangan ke-13 orang tersebut.

“Selain deportasi, mereka kami masukkan juga ke daftar cekal supaya tidak bisa kembali ke Indonesia dan pastinya proses hukum di Taiwan sudah menanti 13 orang ini,” jelas Silmy.

Ia menekankan, Direktorat Jenderal Imigrasi berkomitmen melakukan deteksi dini dan deteksi aksi agar Indonesia tidak dijadikan sebagai tempat pelarian para pelaku kejahatan atau DPO dari negara lain.

“Indonesia tidak boleh jadi destinasi pelarian penjahat internasional dan tempat beroperasi kejahatan cyber,” tutup Silmy.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya