Home Industri Oli Palsu Digrebek Polda Banten, Banyak Merk Terkenal

Berbagai Merk Oli Palsu yang Digrebek Polda Banten.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Yandi Deslatama (Serang)

Banten – Home industri pembuatan oli palsu dengan merk terkenal seperti Yamalube, Federal Ultratec, MPX1, MPX2 dan SPX2 digrebek Polda Banten, pada Selasa, 21 Mei 2024. 

Dari Rutan Bareskrim, Eks Notaris Tersangka Penggelapan Kirim Surat Maaf ke Jusuf Hamka

Oli palsu yang di kemas secara tradisional itu telah beredar luas di Jakarta, Banten hingga Kalimantan. Total, ada dua orang yang bertanggung jawab secara hukum dijadikan tersangka oleh polisi.

"Mereka sudah memproduksi sejak 2023, mereka ada rekan kerja, otodidak, sempat berhenti sebentar di akhir 2023, kemudian mereka punya pemodal lagi, maka terlaksana lagi sejak Februari 2024 sampai saat ini," ujar Kabid Humas Polda Banten, Kombes Didik Heriyanto di kantornya, pada Senin, 3 Juni 2024.

Industri Plastik dan Karet Indonesia Didorong Akselerasi Penerapan Ekonomi Hijau

Berbagai Merk Oli Palsu yang Digrebek Polda Banten.

Photo :
  • VIVA.co.id/Yandi Deslatama (Serang)

Lokasi penggrebekan pertama berada di Ruko Bizstreet, Kecamatan Panongan, Kabupaten Tangerang, Banten, dengan barang bukti oli MPX berjumlah 480 botol dan Federal ultratec total 1.440 botol.

Tom Lembong Bilang Kejagung Tak Jelaskan Detail Alasan Dirinya Ditetapkan Tersangka

Di lokasi kedua, Ruko Picaso Blok P04/08A, Citra Raya, Kabupaten Tangerang, Banten, dengan barang bukti berupa sekarang tar 8.500 botol kosong berbagai merk. Polisi telah menetapkan dia tersangka. Sedangkan, kata dia, 10 pekerjanya masih berstatus sebagai saksi.

"Milik HB Alias Ayung selaku pemilik atau pemodal dan dibantu oleh HW selaku penanggung jawab di lapangan," terangnya.

Setiap harinya, kedua ruko yang dijadikan home industri oli palsu itu mampu memproduksi sekitar 2.400 botol yang dijual dengan harga Rp24 ribu per botolnya. Penghasilan kotor mereka sekitar Rp5,2 miliar.

Para pelaku HB dan HW dikenakan dua pasal, yakni Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp2 miliar.

"Kemudian kedua, Undang-undang Nomor 7 tahun 2014 tentang perdagangan atau perdagangan barang yang tidak memenuhi SNI, yaitu dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda Rp5 miliar," jelasnya. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya