Santri di Pesantren Kediri Tewas Diduga Dianiaya, 4 Orang Ditetapkan Tersangka

ilustrasi ambulans.
Sumber :

Kediri – Penyidik Kepolisian Resor Kediri, Jawa Timur, menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus kematian BBM (14 tahun), santri asal Banyuwangi yang menjadi santri di sebuah pondok pesantren di Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri. Keempat tersangka adalah senior korban di pesantren tersebut.

Nyoblos Didampingi Arumi Bachsin, Emil Dardak Mengaku Pasrah dan Lebih Tenang

Kepala Polres Kediri Ajun Komisaris Besar Polisi Bramastyo Priaji mengatakan, keempat tersangka diamankan pada Minggu, 25 Februari 2024 malam. "Kita tetapkan tersangka dan kita lakukan penahanan," katanya kepada wartawan, Senin, 26 Februari 2024.

Keempat santri yang ditetapkan tersangka itu ialah NN (18) siswa kelas 11 asal Sidoarjo; MA (18), siswa kelas 12, warga Kabupaten Nganjuk; AK (17), warga Surabaya; dan AF (16) asal Denpasar, Bali.

Datang Lebih Pagi, Risma Jalan Kaki ke TPS Dikawal Emak-emak

Bramastyo menjelaskan, kasus itu ditangani setelah pihaknya berkoordinasi dengan Polres Kota Banyuwangi, tempat pihak keluarga korban mengajukan laporan. Polres Kediri menindaklanjuti itu dan melakukan penyelidikan serta penyidikan. 

Ilustrasi aksi bullying atau penganiayaan.

Photo :
  • www.pixabay.com/bykst
Nyoblos di TPS 19 Jemur Wonosari Surabaya, Khofifah Ajak Masyarakat Gunakan Hak Pilih

Berdasarkan alat bukti yang cukup, diduga kuat korban meninggal dunia karena dianiaya keempat tersangka. Berdasarkan hasil pemeriksaan, Bramastyo menuturkan motif tersangka menganiaya korban karena kesalahpahaman.

"Penyebab kematian korban masih didalami dari saksi-saksi yang ada di Kediri, di lingkup pesantren, maupun dokter yang menerima  jenazah di Banyuwangi," ujarnya.

Apa pun alasannya, keempat tersangka tetap harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Mereka dijerat dengan Pasal 80 Ayat (2) tentang Perlindungan Anak. Ancaman hukumannya pidana penjara selama 15 tahun. 

Sementara itu, Pengasuh pondok pesantren tempat korban mondok, Kiai Fatihunada atau Gus Fatih, membantah korban meninggal karena dianiaya sesama santri. Ia menyebutkan, korban mengembuskan napas terakhir karena sakit setelah terjatuh di kamar mandi.

Kakak korban, Mia Nur Khasanah (22), menjelaskan, kasus itu bermula ketika pihak pondok pesantren mengantarkan jenazah korban ke keluarganya di Banyuwangi pada Sabtu, 24 Februari 2024. Saat itu, pihak pesantren menyebut BBM meninggal karena terjatuh di kamar mandi.

Namun, saat jenazah diangkat, ceceran darah sempat keluar dari keranda yang membawa jasad korban. Karena curiga, keluarga kemudian meminta agar kain kafan dibuka. Permintaan itu sempat ditolak oleh FTH, sepupu korban yang ikut mengantar jenazah.

FTH mengatakan bahwa jenazah korban sudah disucikan. "Jadi enggak perlu dibuka [kain kafan] itu. Tapi kami tetap ngotot karena curiga adanya ceceran darah keluar dari keranda. Di situ perasaan saya dan ibu campur aduk," ujar Mia kepada wartawan, Senin, 26 Februari 2024.

Namun, pihak keluarga tetap memaksa dan pengantar jenazah tak mampu mencegah. Begitu kain kafan dibuka, pihak keluarga langsung histeris ketika melihat kondisi jenazah. "Luka lebam di sekujur tubuh ditambah ada luka seperti jeratan leher. Hidungnya juga terlihat patah,” ujar Mia.

Dia mengungkapkan, terdapat juga banyak luka sundutan rokok di kaki korban. Termasuk satu luka menganga pada dada korban. Dari situ keluarga menduga kuat korban meninggal bukan karena jatuh di kamar mandi. “Ini sudah pasti bukan jatuh, tapi dianiaya,” kata Mia.

Pihak keluarga kemudian melapor ke Kepolisian Sektor Glenmore, Banyuwangi. Jenazah korban sempat dibawa ke RSUD Blambangan. Karena lokasi kejadian di Kediri, kasus itu kemudian dilimpahkan ke Polres Kediri.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya