Jadi Koordinator Sindikat Jual Beli Ginjal di Kamboja, Segini Upah Hanim dari Broker

Ilustrasi tersangka kasus kejahatan.
Sumber :
  • Repro Instagram Narkoba Metro

Jakarta – Koordinator tindak pidana perdagangan orang (TPPO) modus jual beli ginjal, Hanim (41) mengatakan sang istri dan keluarganya tidak mengetahui pekerjaannya yang tergabung dalam sindikat jual beli ginjal itu.
Hanim mengaku merahasiakan pekerjaannya itu.

Sindikat Acil Sunda Terbongkar, Jualan Pornografi Anak di Grup Telegram Berbayar Rp300 Ribu

Menurut dia, seluruh tetangga hingga kerabatnya juga tidak mengetahui soal pekerjaannya tersebut.

"Tidak tahu, tapi istrinya tahu proyek. Keluarga tahu kerja begini pas saya tertangkap," kata Hanim di Jakarta dikutip pada Sabtu 22 Juli 2023.

Dukung Akses Perawatan Ginjal Kronis, Distribusi Mesin Hemodialisis Segera Jangkau Seluruh Indonesia

Hanim mengaku dapat uang bayaran tidak sebanding dengan pekerjaannya sebelum menjadi koordinator sindikat. Ia mengaku hanya mendapat bayaran paling besar Rp7 juta dari broker.

Saat itu, Hanim masih menjadi bawahan dari seseorang yang bisa menyalurkan para korban ke Kamboja. "Saya dibayar tidak tentu, malah kadang satu bulan itu Rp5 juta, Rp7 juta. Jadi, nggak tentu," kata Hanim.

5 Fakta Mengejutkan Sindikat Judi Online di Jakbar, Sewa Rekening Judol hingga Narkoba

Hanim juga sempat mengungkap awal mula dirinya tergabung dalam sindikat jual beli ginjal. Ia menyebut salah satu faktor yang membuatnya ikut terjerumus jual beli ginjal karena faktor ekonomi.

Dirreskrimum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi konferensi pers terkait kasus penarikan paksa mobil oleh debt collector.

Photo :
  • Viva.co.id/ Yeni Lestari

Dia  menceritakan aksinya terlibat dalam sindikat ini karena orang tuanya terdesak hutang dan tidak memiliki tempat tinggal.

"Awalnya tahun 2018 karena faktor ekonomi, orang tua saya tidak punya rumah. Kemudian, saya usaha mentok juga. Akhirnya saya cari-cari grup-grup donor ginjal," ujar Hanim.

Mulanya, saat Hanim menemukan unggahan di sosial media, ia diarahkan sejumlah penjelasan hingga persyaratannya. Saat itu, akhirnya disuruh menunggu di sebuah kontrakan kawasan Bojong Gede oleh seorang broker.

"Awalnya saya proses di Indonesia itu saya di salah satu rumah sakit di Jakarta, cuma karena prosesnya itu butuh tahap-tahap yang banyak ya, harus ada persetujuan dari keluarga juga,” lanjut Hanim.

“Harus bisa ngomongnya juga, kesehatannya harus bagus juga. Saya gagal donor di Indonesia karena istri saya kurang setuju, nggak mau," kata dia.

Hanim menambahkan, dirinya batal melakukan transplantasi di Indonesia. Ia kemudian, diminta untuk menunggu di rumah broker selama satu tahun lamanya. Dia pun berdalih kepada sang istri sedang ada proyek.

Lebih lanjut, Hanim menjelaskan sekitar Juli 2019, ia bersama dua orang lainnya diberangkatkan broker ke Kamboja. Dia menyebut setibanya di Kamboja dirinya bertemu dengan Miss Huang yang menghubungkan dengan pihak rumah sakit.

"Setelah dilakukan medical check up di sana, saya sama temen saya yang cewek lolos, yang satunya gagal. Kemudian saya dipertemukan oleh pasien, saya dapat pasien dari Singapura dan kemudian teman saya pasiennya dari Indonesia juga," tutur Hanim.

Hanim kemudian mulai melakukan pendonoran ginjalnya. Setelah selama 10 hari masa penyembuhan, Hanim mengaku mendapat uang Rp 120 juta usai menjual ginjal miliknya.

"Setelah itu saya dipanggil lagi oleh broker itu untuk menjadi koordinator di Kamboja, untuk mengurus anak-anak di Kamboja," bebernya.

Kasus sindikat TPPO internasional yang menjual ginjal korbannya ke Kamboja dibongkar Polri. Pengungkapan kasus berkat koordinasi tim gabungan Polda Metro Jaya, Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Polres Metro Bekasi di bawah asistensi dari Dittipidum Bareskrim serta Divhubinter Polri.

“Telah mengungkap perkara TPPO dengan modus eksploitasi, penjualan organ tubuh manusia jaringan Kamboja," ujar Kapolda Metro Jaya, Inspektur Jenderal Polisi Karyoto di Markas Polda Metro Jaya, Kamis 20 Juli 2023.

Korban dari sindikat ini mencapai ratusan orang. Sementara, untuk total tersangka dalam kasus ini ada 12 orang. Dua di antaranya adalah anggota polisi dan imigrasi. "Telah memakan total korban sebanyak 122 orang," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya