5 Anak di Bawah Umur Dijadikan PSK, 2 Mucikari Ditangkap
- VIVAnews/Zahrul Darmawan
VIVA – Praktik prostitusi online yang melibatkan anak di bawah umur, kembali diungkap. Kali ini di daerah Tanjung Priok, Jakarta Utara. Dua orang mucikari berhasil diciduk karena menjadikan anak di bawah umur sebagai pekerja seks komersial atau PSK. Pengungkapan dilakukan pada tanggal 8 Maret 2022.
"Tindak pidana persetubuan anak di bawah umur dan atau eksploitasi anak di bawah umur dan atau mengambil keuntungan dari usaha pelacuran," ujar Kasubdit Renakta Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Polisi Pujiyarto kepada wartawan, Kamis 24 Maret 2022.
Kedua mucikari yang dicokok tersebut adalah Fiqri Octama (22) dan Ismail Marjuk (24). Sementara lima perempuan di bawah umur yang dijual oleh keduanya adalah SR (17), FM (17), DM (17), AOS (17), dan FAY (16). Turut diamankan tiga perempuan dewasa yang diduga pekerja seks komersial. Mereka adalah JVW (22), RA (18), dan F (19).
"Adapun lima orang anak di bawah umur dan tiga wanita dewasa saat ini dititipkan ke P2TP2A DKI Jakarta," katanya.
Praktik Prostitusi yang Dijalankan
Awalnya, kedua mucikari menawarkan korban untuk bekerja. Mereka melakukan komunikasi lewat media sosial Facebook. Tapi, keduanya tak merinci, detail terkait pekerjaan yang dimaksud. Tertarik dengan tawaran pelaku, para korban lantas membalasnya.
"Dengan iming iming staycation dan dapat melakukan kredit handphone apabila ikut bergabung," katanya.
Kemudian, korban dijemput pakai ojek online yang dipesan dan dibayar pelaku menuju ke sebuah indekos di Jalan Ganggeng, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Korban bertemu dengan pelaku Ismail di sana. Kemudian dijelaskan, kalau pekerjaan tersebut adalah sebagai wanita open BO (Booking Out).
"Korban diwajibkan melayani tamu satu hari minimal lima orang dalam sehari dan akan menerima gaji seminggu sekali. Korban bekerja dari pukul 16.00 WIB sampai 24.00 WIB di kos-kosan tersebut," jelasnya.
Pelaku menawarkan korban kepada pria hidung belang lewat aplikasi Michat seharga Rp250 ribu sampai Rp300 ribu. Dari pekerjaan itu korban cuma dibayar Rp1 juta setiap satu minggu sekali.Â
Atas perbuatannya, Ismail Marjuki dan Fiqri Oktama dikenakan Pasal 88 Jo Pasal 76 I UU Nomor 17 Tahun  2016 tentang Perlindungan Anak, dan atau Pasal 506 KUHP dengan ancaman pidana paling lama 10 tahun penjara.