Detik-detik Hani Tewas Usai Minum Air yang Diduga Berisi Racun
- Istimewa
VIVA – Nasib tragis dialami oleh Hani Dwi Susanti (30), warga Dusun Panggang Welut, Desa Taji, Kecamatan Juwiring, Klaten, Jawa Tengah. Hani tewas setelah minum air yang diduga telah dicampuri racun, pada hari Senin, 1 November 2021.
Pihak keluarga menduga korban diracun karena ada kejanggalan atas kematian korban yang baru dimakamkan pukul 03.00 WIB setelah dilakukan autopsi.
Dugaan istrinya diracun dikatakan Sigit Nugroho (35) yang merupakan suami korban. Ia merasakan ada yang tidak wajar atas kematian istri setelah minum air mineral yang tersimpan dalam lemari es.
"Awalnya istri saya minum air mineral yang tersimpan dalam lemari es, kemudian istri merasa kok minumannya pahit,” kata Sigit saat ditemui di rumah duka dikutip dari tvonenews.com, Rabu, 3 November 2021.
Dijelaskannya, waktu itu dirinya sedang memperbaiki plafon rumah. Selang beberapa menit kondisinya makin memburuk dan tergeletak.
"Melihat kondisi yang semakin memburuk langsung saya tangkep istri saya, belum sempat dibawa ke rumah sakit sudah meninggal", ucapnya.
Melihat kejanggalan tersebut, keluarga melaporkan kejadian ini kepada pihak Kepolisian. "Karena ada kejanggalan atas kematian istri setelah minum air putih seperti ada kandungan racun kita laporkan ke pihak Kepolisian,” kata Sigit.
Kapolres Klaten AKBP Eko Prasetyo melalui Kapolsek Juwiring, Iptu Sumardi membenarkan kejadian tersebut.
"Setelah mendapatkan laporan keluarga, kami bekerjasama dengan Polres Klaten untuk melakukan olah TKP dan meminta keterangan saksi", ujarnya
Kapolsek menerangkan berdasarkan hasil keterangan saksi ada seorang yang mengarah ke pelaku dan saat ini sudah diamankan di Polres Klaten .
"Untuk jenis racunnya nanti menunggu hasil uji laboraturium, seorang yang kira amankan masih ada hubungan keluarga dengan suami korban,” katanya.
Baca juga: Dukun Cabul, Ajak Korban Nonton Video Porno Lalu Disetubuhi
Hari Guru, Pemprov Jateng Sudah Angkat 8.909 Guru Tidak Tetap Jadi PPPK
Pj Gubernur Jateng, Nana Sudjana mengatakan, upaya ini sebagai apresiasi pada para guru yang merupakan agen peradaban.
