Mata Elang Rampas Mobil TNI, Polisi: Kayak Preman
- Kenny P/VIVA
VIVA – Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Utara akhirnya menangkap 11 orang tersangka debt collector yang mencegat dan berusaha merampas mobil yang di kendarai anggota TNI Serda Nurhadi di Koja, Jakarta Utara.
Dalam kasus ini Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombespol Yusri Yunus mengatakan para debt collector itu menyalahi aturan dalam bekerja sebagai penagih utang dan berperilaku layaknya premanisme.
“Kemudian diambil sistemnya kayak preman-preman di jalan itu," ujar Yusri saat rilis kasus di Mapolres Metro Jakarta Utara, Senin 10 Mei 2021.
Yusri menjelaskan, para penagih cicilan kendaraan tersebut, biasa beroperasi dengan bekerja di pinggir jalan sambil memperhatikan Hp yang ada data kendaraan kendaraan yang menunggak cicilan.
Baca juga:Â Kadinda Sulbar Dukung Anindya Jadi Ketum untuk Kadin yang Lebih Baik
"Biasanya mereka pakai aplikasi, mereka nongkrong di pinggir jalan dengan aplikasi ini dia tahu kendaraan yang lewat ini sudah menunggak sekian bulan," ujarnya.
Yusri menegaskan, penagihan secara perampasan kendaraan di jalan yang dilakukan 11 debt collector tersebut tidak dibenarkan sama sekali. Karena bertindak kasar dan berpotensi melakukan tindakan kriminal.
Dalam UU Fidusia, ada aturan yang mengatur proses penarikan kendaraan, jadi tidak see perut debt collector yang merasa ambil dan rampas kendaraan di jalan.
"Bahwa ada empat aturan debt collector finance ini apabila ada tunggakan debitur, aturannya ada empat dari finance ini," ujarnya.
Yusri menegaskan, dalam UU Fidusia diatur, leasing wajib memberikan surat peringatan terlebih dahulu.
"Yang ketiga ada surat peringatan baik surat peringatan (SP) 1, SP 2, dan keempat adalah tanda pengenal. Ini empat aturan yang bisa diberikan finance kepada siapa yang menjadi kuasa," ujarnya
Nantinya, PT ACK yang akan menunjuk orang-orangnya untuk melakukan penarikan kendaraan dengan prosedur yang berlaku. Orang atau kelompok yang di tugaskan untuk menarik kendaraan yang menunggak cicilan harus memegang Sertifikat Profesi Pembiayaan Indonesia (SPPI).
Dalam kasus ini, diketahui dalam pemeriksaan polisi, 11 orang debt collector yang tertangkap tidak memiliki SPPI. Hanya bermodal punya surat kuasa untuk melakukan penagihan di jalanan.