Kemenkeu Tangkap Pelaku Pencucian Uang Senilai Rp23 Miliar
- instagram @smindrawati
VIVA – Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengungkapkan keberhasilan Kementerian Keuangan dalam menangkap pelaku tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang hendak keluar negeri. Pelaku itu memiliki tempat penukaran uang atau money changer.
Sri mengatakan, keberhasilan itu merupakan bagian dari kerja sama antara Kementerian Keuangan, Kejaksaan Agung, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Bareskrim Polri melalui penerapan passenger risk management.
Adapun skema yang diterapkan untuk mengawasi lintas batas itu dilakukan di 3 wilayah yang dianggapnya paling berisiko untuk pembawaan uang tunai lintas batas, yaitu Bandara Soekarno-Hatta, Ngurah Rai dan Batam.
"Kami terapkan passenger risk management sebagai pengawasan cross border cash carrying dan pertukaran data. Saat ini BC sudah pertukaran data dengan PPATK, Dirjen dukcapil, Dirjen Imigrasi, BI, DJP dan NSW," ungkap Sri, Kamis, 14 Januari 2021.
Baca juga: Lapor ke Jokowi, Menko Airlangga: Indeks Saham RI Tertinggi di ASEAN
Dengan upaya tersebut, Sri mengaku berhasil mengamankan seseorang pemilik money changer yang hendak melakukan pencucian uang. Dia membawa uang Rp23,4 miliar yang disembunyikan di koper.
"Dengan modus disembunyikan di koper. Ditindaklanjuti dengan koordinasi bersama PPATK dan berkoordinasi dengan BNN. Karena diduga money changer tersebut terkait tindak pidana pencucian uang," tegas dia.
Secara keseluruhan, Sri mengatakan Laporan Pembawaan Uang Tunai Lintas Batas (LPUTLB) sepanjang 2016-2020 ada 13.704 kasus. Penindakan untuk LPUTLB tersebut ada 857 kasus, nominal dari surat penetapan sanksi administrasinya mencapai Rp31,39 miliar.
Selain kasus itu, Sri mengatakan, telah melakukan penyitaan aset pada kasus TPPU di bidang perpajakan. Pada 2016 ada 6 kasus dengan nilai Rp38,1 miliar, 2019 ada 2 kasus sebesar Rp5,3 miliar dan 2020 ada 4 kasus senilai Rp8,9 miliar.
Di sisi lain, Sri mengaku, telah meningkatkan kemampuan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) selain di wilayah Jakarta, yakni Jawa Barat dan Jawa Tengah. Hasilnya, dua Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) pada 2019 nominal sitaan Rp21,8 miliar dan satu Sprindik pada 2020 nominal sitaan Rp40 miliar.