KPK Tetapkan 3 Tersangka Baru Kasus Korupsi Dirgantara Indonesia
- ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan 3 tersangka baru terkait kasus dugaan korupsi penjualan dan pemasaran di PT Dirgantara Indonesia.
Ketiga orang tersangka itu adalah Arie Wibowo selaku Divisi Pemasaran dan Penjualan PT DI tahun 2007-2014 Arie Wibowo dan Direktur Produksi PT DI tahun 2014 s.d 2019, Didi Laksamana selaku Direktur Utama PT Abadi Sentosa Perkasa, dan Ferry Santosa Subrata selaku Dirut PT Selaras Bangun Usaha.
"Dalam proses penyidikan, KPK mencermati fakta-fakta yang berkembang sehingga ditemukan dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan pihak lain," kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, Selasa, 3 November 2020.
Alexander menjelaskan kasus ini bermula saat Direksi PT DI periode 2007-2010 melaksanakan Rapat Dewan Direksi (BOD) pada akhir tahun 2007. Dalam rapat tersebut dibahas dan disetujui sejumlah hal.
Baca juga: Mahfud MD Ungkap Gatot Nurmantyo Akan Dianugerahi Bintang Mahaputera
Pertama, terkait Penggunaan mitra penjualan (keagenan) beserta besaran nilai imbalan mitra dalam rangka memberikan dana kepada pembeli PT DI atau end user untuk memperoleh proyek. Rapat itu juga membahas pelaksanaan teknis kegiatan mitra penjualan dilakukan oleh direktorat terkait, tanpa persetujuan BOD dengan dasar pemberian kuasa BOD kepada direktorat terkait.
"Persetujuan atau kesepakatan untuk menggunakan mitra penjualan sebagai cara untuk memperoleh dana khusus guna diberikan kepada end user dilanjutkan oleh Direksi periode 2010-2017," kata Alex
Selanjutnya pada awal 2008, Budi Santoso selaku direktur utama PT Dirgantara Indonesia, dan Irzal Rinaldi Zailani selaku Asisten Direktur Utama Bidang Bisnis Pemerintah bersama-sama dengan Budi Wuraskito selaku Direktur Aircraft Integration, Budiman Saleh selaku Direktur Aerostructure dan Arie Wibowo selaku Kepala Divisi Pemasaran, dan Penjualan yang membahas kebutuhan dana PT Dirgantara Indonesia untuk mendapatkan pekerjaan di kementerian lainnya, termasuk biaya entertainment, dan uang rapat-rapat yang nilainya tidak dapat dipertanggungjawabkan melalui bagian keuangan.
Sebagai pelaksanaan tindak lanjut persetujuan Direksi tersebut, para pihak di PT DI melakukan kerja sama dengan tersangka Didi Laksamana serta para pihak di lima perusahaan (PT Bumiloka Tegar Perkasa (BTP), PT Angkasa Mitra Karya (AMK), PT Abadi Sentosa Perkasa (ASP), PT Penta Mitra Abadi (PMA), dan PT Niaga Putra Bangsa (NPB)) dan tersangka Ferry Santosa Subrata tidak selaku Dirut PT Selaras Bangun Usaha (SBU) untuk menjadi mitra penjualan.
"Penandatanganan kontrak mitra penjualan sebanyak 52 kontrak selama periode 2008 sampai dengan 2016. Kontrak mitra penjualan tersebut adalah fiktif, dan hanya sebagai dasar pengeluaran dana dari PT DI dalam rangka pengumpulan dana untuk diberikan kepada end user," kata Alex.
Alex membeberkan pembayaran dari PT DI kepada perusahaan mitra penjualan yang pekerjaannya diduga fiktif tersebut dilakukan dengan cara mentransfer langsung ke rekening perusahaan mitra penjualan.
"Kemudian sejumlah yang yang ada di rekening tersebut dikembalikan secara transfer/tunai/cek ke pihak-pihak di PT DI," ujarnya.
Dana yang dihimpun oleh para pihak di PT DI melalui pekerjaan mitra penjualan yang diduga fiktif tersebut diduga digunakan untuk pemberian aliran dana kepada pejabat PT DI, pembayaran komitmen manajemen kepada pihak pemilik pekerjaan dan pihak-pihak lainnya serta pengeluaran lainnya.
Alhasil, perbuatan para tersangka tersebut diduga mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan negara pada PT DI senilai Rp 202.196.497.761,42 dan US$8.650.945,27 sehingga total kerugian negara lebih kurang Rp 315 miliar dengan asumsi kurs 1 US$ adalah Rp 14.600.
Alex menjelaskan, ketiga tersangka ini diduga turut menerima aliran sejumlah dana dari hasil pencairan pembayaran pekerjaan mitra penjualan fiktif. Arie diduga menerima Rp9.172.012.834, lalu Didi Laksamana sebesar Rp10.805.119.031 dan Ferry Santosa Subrata sebesar Rp1.951.769.992.
Atas perbuatannya, Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (ren)