Djoko Tjandra Tak Terima Didakwa Jaksa Surat Jalan Palsu
- VIVA/Kenny Kurnia Putra
VIVA – Djoko Tjandra terdakwa kasus surat jalan palsu yang melibatkan mantan pengacaranya, Anita Dewi Kolopaking, dan Brigjen Pol Prasetijo Utomo menjalani persidangan pertama di Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada Selasa 13 Oktober 2020. Sidang perdana itu mendengarkan pembacaan dakwaan dari jaksa penuntut umum.
Dalam pembacaan dakwaan, Djoko Tjandra didakwa membuat dan menggunakan surat jalan palsu. Surat-surat palsu itu dibuat untuk kepentingan Djoko Tjandra masuk ke Indonesia mengurus Peninjauan Kembali (PK).
"Telah melakukan, menyuruh melakukan dan turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, memalsukan surat yang dapat menimbulkan suatu hak," kata JPU membacakan surat dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
Namun menanggapi hal tersebut, Djoko Tjandra melalui pengacaranya mengajukan keberatan. Krisna Murti selaku pengacara Djoko Tjandra mengatakan dakwaan yang dibacakan oleh jaksa penuntut umum tersebut banyak yang masih kurang jelas.
Baca juga: Prabowo Ungkap Dalang dan Pemodal Demo Rusuh Omnibus Law
"Ya persiapan jadi kan minggu depan. Kita akan melakukan eksepsi, karena beberapa hal yang dituliskan jaksa tadi banyak kaburnya. Juga yang dijelaskan oleh, contohnya, misalkan, dengan Pak Djkoo mengatakan, 'Coba Anita, kamu urus kedatangan saya.' Artinya semuanya masih diasumsikan," kata Krisna Murti.
Krisna menambahkan, kedatangan Djoko Tjandra ke Indonesia untuk mengurus Peninjauan Kembali (PK) dan tidak pernah meminta Anita membuat surat jalan tersebut. Bahkan, saat surat itu sudah selesai dikerjakan, Djoko Tjandra tidak pernah melihat surat jalan itu.
"Kedatangan Itu kan untuk mengurus dokumen-dokumen terkait menyangkut masalah PK, tidak menyuruh atau memerintah Anita untuk membuat surat yang selama ini diduga palsu. Fakta hukumnya adalah ketika surat itu jadi. Melihat atau memegang pun juga Pak Dkoko tidak pernah," lanjut Krisna.
Atas kasus itu, Djoko Tjandra dijerat Pasal 263 ayat 1 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP atau Pasal 263 ayat 2 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Dia kena ancaman hukuman maksimal 6 tahun penjara. (ren)