Tiga Oknum Aktivis LSM GMBI Ditahan karena Keroyok Dokter
VIVA – Tiga aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI), M (34 tahun), H (34), dan S (37), ditetapkan sebagai tersangka karena mengeroyok seorang dokter berinisial MKM yang bertugas di RSUD Blambangan, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Kini, ketiga tersangka ditahan di Markas Kepolisian Daerah Jawa Timur.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jatim Komisaris Besar Polisi Pitra Andrias Ratulangie menjelaskan, penganiayaan itu bermula ketika ada pasien yang datang ke Unit Gawat Darurat RSUD Blambangan pada Senin malam, 27 Juli 2020. Pasien tersebut kemudian ditangani oleh Dokter MKM.
Hasil diagnosa dokter MKM, si pasien tidak perlu menjalani rawat inap, tapi cukup dengan rawat jalan.
"Namun, pihak pelaku tidak terima dan melakukan penganiayaan secara bersama-sama kepada korban," kata Pitra di Markas Polda Jatim di Surabaya pada Senin, 10 Agustus 2020.Â
Baca juga:Â Alasan Polisi Baru Bisa Ungkap Kasus Perkosaan Wanita di Bintaro
Ia mengatakan, berdasarkan keterangan saksi maupun korban, jumlah pelaku penganiayaan dalam kejadian itu lebih dari tiga orang. Namun, yang saat ini cukup bukti untuk ditetapkan tersangka baru tiga orang. Pitra mengatakan, pihaknya terus melakukan pengembangan.
"Bisa jadi tersangkanya bertambah," lanjutnya.
Pitra mengatakan, antara si pasien dengan para tersangka tidak memiliki hubungan kekerabatan. Para tersangka beraksi sebagai bentuk solidaritas semata karena si pasien atau keluarganya anggota GMBI. "Karena bentuk solidaritas saja," ujarnya.
Ketua LSM GMBI yang sudah ditetapkan tersangka, S, mengaku saat itu ia dihubungi oleh pihak korban untuk mengantar si pasien ke RSUD Blambangan. Ia tidak terima karena si Dokter MKM mengusulkan pasien rawat jalan.
"Padahal (si pasien) muntah darah. Kemudian kami bawa ke rumah sakit swasta, di sana direkomendasikan rawat inap karena katanya penyakit dalam," katanya.
Apa pun alasannya, S dan kawan-kawan tetap harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di mata hukum. Mereka dijerat Pasal 170 juncto Pasal 351 dan/atau Pasal 214 KUHPidana. Para tersangka terancam hukuman delapan tahun penjara. (ase)