Keluarga Keberatan 9 Polisi Diduga Aniaya Warga Hanya Dituntut 1 Tahun

VIVA – Sembilan oknum polisi yang diduga menganiaya Zainal Abidin, warga Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, hingga tewas hanya dituntut satu tahun penjara oleh jaksa.

Jadi Ahli Sidang Sumpah Palsu Ike Farida, Eks Kabareskrim: Saya Tidak Memihak

Pada sidang yang digelar online, Senin, 30 Maret 2020 lalu, jaksa hanya menuntut para terdakwa satu tahun penjara.

Kakak korban, Sriani, mengatakan rendahnya tuntutan pada terdakwa membuat hati mereka sakit. "Rendah tuntutan tersebut membuat hati nurani kami sekeluarga sangat tersakiti. Kami mohon agar sembilan terdakwa dihukum seadil-adilnya, sesuai dengan perbuatan menewaskan keluarga kami," katanya, Jumat, 3 April 2020.

Pengacara Eks Dirut PT Timah Pertanyakan Laporan BPKP yang Tak Diungkap Persidangan

Dia mendoakan semoga para pelaku dibalas seadil-adilnya di "pengadilan" akhirat kelak. "Semoga harapan kami mengetuk hati semua pihak yang terkait. Jika pun kami tidak dapat keadilan di dunia, kami berdoa semoga Allah SWT membalasnya di pengadilan akhirat nanti," ujarnya.

Tidak hanya pihak keluarga, Solidaritas Masyarakat untuk Transparansi (Somasi) NTB, menyatakan keberatan terhadap tuntutan jaksa.

Suami Aniaya Istri karena Kesal Ditegur Suka Keluar Malam dan Mabuk

Koordinator Badan Pekerja Somasi NTB, Dwi Arie Santo, meminta terdakwa dihukum berat sesuai perbuatan mereka karena membuat korban meninggal, tempat kejadian perkara dilakukan di kantor polisi, penganiayaan dilakukan secara bersama justru oleh polisi yang seharusnya jadi pengayom. Kasus tersebut pun telah menjadi perhatian masyarakat.

"Kasus ini menjadi perhatian masyarakat NTB hingga nasional, sehingga menjadi contoh bagi masyarakat dan aparat lain dan akan menentukan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap baik buruknya proses penegakan hukum di NTB," ujarnya.

Ia menduga, ada pelanggaran etik dari tuntutan tersebut sehingga meminta Komisi Kejaksaan serta Kejaksaan Agung mengawasi dan memberi sanksi jika terjadi pelanggaran etik.

"Selain itu kami juga mengharapkan Ketua Komisi Yudisial dan Ketua Mahkamah Agung untuk melakukan pemantauan lebih maksimal dalam perkara ini agar putusan nanti benar-benar memenuhi rasa keadilan bagi keluarga korban dan masyarakat," ujarnya.

Sebelumnya, korban Zainal Abidin mengambil motornya yang ditilang polisi di Kantor Satuan Lalulintas Polres Lombok Timur pada Kamis, 5 September 2019.

Dia kemudian terlibat keributan dengan beberapa polisi di sana dan berujung pada pemukulan. Korban juga dipukul di dalam mobil saat dibawa ke kantor Reskrim. Bahkan, sampai di kantor Reskim, korban mengalami penganiayaan oleh oknum polisi yang berjumlah banyak sehingga korban pingsan dan meninggal dunia dalam perawatan di rumah sakit.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya