Hotel dan Vila Fasilitasi Kawin Kontrak di Puncak, Ini Sanksinya
- ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya
VIVA – Polisi akan terus mengawasi aktivitas hotel dan vila di kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat. Bagi hotel dan vila yang masih menjadi lokasi kawin kontrak akan diberi sanksi tegas, bahkan sampai pencabutan izin.
Bareskrim Polri telah membongkar kasus praktik prostitusi wisata seks dan kawin kontrak di daerah Puncak, di mana lima orang ditetapkan sebagai tersangka. Terkait hal tersebut, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Polisi Ferdy Sambo, mengatakan, pihaknya akan melakukan pencegahan agar praktik prostitusi terselubung tersebut tak terjadi kembali.
"Kita melakukan pemanggilan terhadap hotel atau villa yang diduga menjadi tempat kegiatan kawin kontrak itu. Kita lakukan sosialisasi, ini akan memperburuk citra bangsa kalau menjadikan tempat seperti ini," ujar Sambo di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis, 27 Februari 2020.
Polisi, kata Sambo, akan menggandeng stakeholders terkait, termasuk Pemda, saat melakukan pemanggilan terhadap pengelola hotel dan vila di kawasan tersebut. Bahkan, Sambo menegaskan, jika sudah disosialisasikan namun masih ada hotel atau villa memfasilitasi terjadinya kawin kontrak, maka pihaknya berkoordinasi dengan Pemda untuk menutup tempat tersebut.
"Bisa dicabut izinnya," ujarnya. Namun, Sambo menuturkan pihaknya akan melihat terlebih dahulu jika kembali menemukan kasus itu. Jika pemilik hotel atau vila tak tahu, maka bisa ditoleransi. "Tapi, kalau menfasilitasi baru kena," ujarnya.
Tarif Kawin Kontrak
Sebelumnya, lima orang tersangka yang diamankan terkait praktek prostitusi kawin kontrak ini memiliki peran yang berbeda-beda. Tersangka Nunung Nurhayati dan Oom Komariah alias Rahma berperan sebagai penyedia perempuan. Kemudian tersangka Saleh sebagai penyedia warga negara asing yang memesan wanita. Tersangka Devi Okta Renaldi sebagai penyedia transportasi, dan satu warga negara Arab Suadi bernama Almasod Abdul Azis Alim sebagai pemesan perempuan.
Para tersangka menawarkan kepada para warga negara asing (WNA) jasa booking out alias short time ataupun dengan kawin kontrak. Untuk short time dengan jangka waktu 1-3 jam diberi tarif Rp500-600 ribu. Sedangkan bagi WNA yang ingin kawin kontrak biayanya Rp5 juta dengan jangka waktu tiga hari, dan Rp10 juta untuk satu minggu alias tujuh hari. Dari hasil ini, para muncikari mendapatkan 40 persen.
Para muncikari ini rata-rata memiliki 20 perempuan yang siap untuk dikawinkan atau hanya short time. Adapun praktik terlarang ini sudah ada sejak 2015.
Atas perbuatannya, kelima tersangka dijerat dengan pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) UU No 21/2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
(TPPO).