Derita ABG yang Digilir 6 Temannya, Kini Hamil 2,5 Bulan
- U-Report
VIVA – Remaja 15 tahun, sebut saja Bunga (bukan nama sebenarnya), warga Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut, Jawa Barat, harus menelan pil pahit setelah dinodai secara bergilir oleh enam orang temannya sendiri hingga hamil 2,5 bulan.
Keseharian Bunga yang masih duduk di bangku kelas VII Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Malangbong, kini hanya duduk termenung, meratapi peristiwa memilukan yang dialaminya beberapa bulan lalu. Dia harus menanggung beban rasa malu dan masa depan suram usai digilir teman-temannya.
"Bunga masih kelihatan depresi, hanya berdiam diri di rumah karena mungkin malu keluar rumah," ujar Kapolsek Malangbong, AKP Abusono, Senin, 20 Januari 2020.
Bunga menjadi korban pencabulan enam temannya secara bergilir. Peristiwa itu terjadi pada September dan November 2019 lalu. Sebelum digilir, Bunga diberi minuman keras di sebuah rumah di wilayah Malangbong, hingga tak sadarkan diri.
"Diajak temannya main ke sebuah rumah. Di sana bertemu dengan lima teman lainnya. Lalu diberi minuman keras hingga mabuk, kemudian dicabuli bergantian," ungkap Abusono.
Awalnya, Bunga yang masih polos tidak menyadari kalau dia telah berbadan dua. Sang ibu merasa curiga, kemudian dilakukan pemeriksaan. Hasilnya membuat keluarga syok, Bunga positif hamil dengan usia kandungan 2,5 bulan.
"Bunga pun mengakui bahwa dirinya telah dicabuli teman-temannya. Sang ibu yang kaget kemudian melaporkan kasus tersebut kepada pihak Polsek Malangbong," katanya.
Setelah meminta keterangan Bunga, anggota Polsek menangkap keenam pelaku pencabulan. Empat pelaku berusia dewasa dan dua lainnya masih di bawah umur.
"Para tersangka inisial SM (22), MR (20), DD (21), dan DT (19), serta dua bocah di bawah umur R dan H," tuturnya.
Terancam 15 Tahun Penjara
Polsek Malangbong terus melakukan pendalaman kasus pencabulan terhadap Bunga. Keenam tersangka dijerat dengan Pasal 76D junto Pasal 76E Undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak.
"Jadi, para tersangka dijerat dengan Undang-undang Perlindungan Anak, ancaman hukuman 15 tahun penjara," ujar Abusono.
Abusono menjelaskan, keenam tersangka secara sengaja dan merencanakan perbuatan cabul kepada Bunga. Agar niat bejatnya berjalan mulus mereka memperdaya korban dengan minuman keras. Dalam kondisi tak sadarkan diri itulah Bunga digilir oleh keenam temannya.
"Bukan hanya sekali, tetapi dilakukan dua kali dengan cara yang sama," ungkap Abusono.
Empat pelaku yang berusia dewasa kini dilakukan penahanan, sementara tersangka masih di bawah umur tidak dilakukan penahanan dan dilakukan pembinaan oleh orang tua. Dalam proses penanganan kasus, Polsek Malangbong berkoordinasi dengan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Sat Reskrim Polres Garut.
"Tetapi mereka tetap akan koorperatif bila dipanggil petugas," katanya.
Komnas PA Dampingi Korban
Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) turun tangan untuk memberikan pendampingan terhadap Bunga.
Wakil Ketua Komnas Perlindungan Anak Indonesia Jawa Barat, Enggang Simpaty, mengatakan bahwa pihaknya mengapresiasi langkah Polsek Malangbong yang dengan cepat menangani kasus pencabulan ABG oleh enam temannya. Adapun penanganan yang akan dilakukan kepada korban di antaranya, korban harus didampingi psikiater.
"Psikiater untuk pemulihan traumatis dalam hal ini dilakukan oleh Komnas PA, P2TP2A Garut dan Dinas Sosial," ujar Enggang.
Terkait penerapan sanksi pidana penerapan Pasal 76D dan 76E UU nomor 35 tahun 2014 perubahan UU nomor 23 tahun 2002 tentan Perlindungan Anak, dengan ancaman pidananya 15 tahun penjara dan denda Rp5 miliar bagi para pelaku dewasa di antaranya SM (22) MR (20) DD (21) DI (19).
Untuk pelaku anak, kata Enggang, harus dilakukan pemeriksaan lanjutan secara intensif. Apabila kedua pelaku di bawah umur ini melakukan tindak pidana pencabulan kali pertama, harus diserahkan ke Bapas atau lembaga sosial lainnya guna pemulihan dan rehabilitasi terbaik untuk anak. Atau diserahkan kepada keluarga setelah proses diversi dilakukan.
"Akan tetapi jika kedua pelaku anak ini melakukan tindak pidana pencabulan ini sebagai pengulangan, maka sanksi yang sama diterapkan sebagaimana ditetapkan kepada pelaku dewasa lainnya sebagaimana penerapan Undang-undang Nomor 11 tahun 2012 tentang SPPA," kata Enggang.
Enggang menambahkan, penanganan yang harus dilakukan kepada korban selanjutnya yaitu tes DNA untuk mengetahui ayah dari janin yang dikandungnya.
Jika hasilnya ternyata janin tersebut merupakan hasil dari para pelaku atau satu pelaku dan tetap tidak bertanggung jawab, maka janin yang dikandung korban diserahkan kepada keluarga, negara dalam hal ini lembaga terkait.
"Jadi selain menyelamatkan korban, juga janin dalam kandungan pun harus diselamatkan," katanya.