5 Kejanggalan Kasus Pemuda Lombok Dikeroyok Polisi hingga Tewas
- VIVAnews/Satria Zulfikar
VIVA – Minggu terakhir ini publik di Nusa Tenggara Barat dibuat geram dengan kasus kematian Zainal Abidin (29 tahun), warga Paok Motong, Kecamatan Masbagik, Lombok Timur.
Kematian Zainal Abidin bermula saat dia dan keponakannya datang mencari motornya yang ditilang di kantor Satuan Lalu Lintas Polres Lombok Timur pada 5 September lalu.
Saat mencari motornya, Zainal terlibat cekcok dan perkelahian dengan seorang oknum Polantas bernama Nuzul Huzaen. Sehingga, tiga rekan Polantas lainnya turut memukuli Zainal Abidin.
Zainal Abidin juga dibawa ke ruang Reskrim, dan diduga kembali dianiaya polisi dengan jumlah yang cukup banyak. Akibatnya, Zainal pingsan dan dilarikan ke rumah sakit. Dia meninggal dunia dalam perawatan. Tubuhnya babak belur.
Peristiwa memilukan ini menjadi ironi jelang HUT Korps Lalu Lintas pada 22 September mendatang. Kematian Zainal juga memperburuk citra lembaga yang berslogan mengayomi itu.
Kematian Zainal Abidin diduga coba dinegosiasikan melalui jalur kekeluargaan dengan meminta pihak keluarga membuat surat pernyataan tidak melakukan penuntutan atau membawa kasus ini ke meja hukum. Namun kasus ini sudah diketahui khalayak ramai, menjadi viral.
Kasus dugaan penganiayaan yang mengakibatkan kematian tersebut membawa banyak tanda tanya. Sedikitnya, ada lima kejanggalan dalam meninggalnya korban yang pernah memiliki riwayat gangguan kejiwaan tersebut, seperti dihimpun VIVAnews.
1. Dari penyakit medis hingga pot bunga
Pihak Polda NTB awalnya berdalih kematian korban karena memiliki riwayat penyakit. Beberapa rilis yang dikeluarkan Polda NTB menjelaskan korban memiliki gangguan kejiwaan sejak 2013 dan sering mengonsumsi obat.
"Untuk diketahui, menurut keterangan keluarga dan Kepala Puskesmas Masbagik bahwa Saudara Zainal Abidin mengalami gangguan kejiwaan sejak tahun 2013, dibuktikan dengan rekam medis dari RSJ Mutiara Sukma Selagalas Mataram," kata Kabid Humas Polda NTB Kombes Pol Purnama dalam keterangan tertulis.
"Walaupun demikian Polres Lombok Timur demi kemanusiaan sudah melakukan pengobatan dan pembiayaan di rumah sakit bagi yang bersangkutan hingga biaya pemakaman. Hasil musyawarah mufakat dengan pihak keluarga bahwa masalah tersebut sudah selesai dengan dibuatkan surat penyataan dan persetujuan keluarga," ujarnya.
Selain alasan penyakit medis, Purnama dalam keterangan tertulis juga menjelaskan korban Zainal Abidin sempat jatuh dan menabrak pot bunga saat berkelahi dengan polisi di Satuan Lalulintas Polres Lombok Timur. Menurut polisi, luka lebam pada mata kanan korban diduga akibat terjatuh.
2. Pengeroyokan di ruang Reskrim
Saksi mahkota atau saksi kunci dari kasus kematian Zainal Abidin adalah ponakannya sendiri, Insani Juni Saputra (19 tahun). Saksi ini mengungkapkan, selain dipukuli di kantor Satuan Lalulintas, korban juga mengalami kekerasan saat dibawa di ruang Reskrim Polres Lombok Timur. Korban diduga dikeroyok oleh banyak petugas begitu mengetahui kasusnya karena perkelahian dengan polisi.
Namun, versi pihak kepolisian, korban tidak pernah dikeroyok di ruang Reskrim. Polisi mengatakan korban saat dibawa di ruang Reskrim dalam kondisi tidak stabil dan tiba-tiba pingsan. Dia kemudian dilarikan ke rumah sakit dan meninggal dalam perawatan.
"Saudara Zainal Abidin sempat dilakukan pemeriksaan dari Satuan Reskrim Polres Lombok Timur, namun saat pemeriksaan Saudara Zainal Abidin tiba-tiba tidak sadarkan diri. Selanjutnya anggota piket membawa Saudara Zainal Abidin ke RSUD Selong untuk dilakukan pertolongan," kata Purnama.
Bahkan, Kapolda NTB Irjen Pol Nana Sudjana, dalam menjelaskan tidak ada pengeroyokan di ruang Reskrim.
"Di Reskrim itu diminta keterangan, tetapi yang bersangkutan (Zainal Abidin) baru duduk langsung jatuh. Tapi ini kami masih dalam pendalaman ya, kemudian beberapa saksi kita mintai keterangan termasuk Saudara Ikhsan (sapaan Insani)," katanya.
3. Ambulans tanpa sirene
Kejanggalan lainnya tercium Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH) Fakultas Hukum Universitas Mataram, yang saat ini menjadi kuasa hukum keluarga Zainal Abidin.
Yan Mangandar Putra dari BKBH mencium aroma kejanggalan saat mobil mengantar jenazah Zainal Abidin ke rumah duka tidak membunyikan sirene. Disinyalir, itu agar kasus kematian Zainal Abidin tidak menghebohkan warga.
"Ambulans tidak membunyikan sirene. Ini suatu yang janggal," katanya.
4. Saksi kunci hilang
Insani Juni Saputra, yang menjadi saksi kunci dalam kasus tersebut sempat dikabarkan menghilang. Heri Kiswanto, paman korban, mengatakan Insani menghilang sejak Minggu pagi, 8 September 2019. Insani tidak pulang ke rumah, padahal dia tinggal bersama korban, Zainal Abidin.
"Kalau bisa minta tolong ketemukan Ikhsan, soalnya dari Minggu pagi enggak kelihatan sampai sekarang. Itu yang dikhawatirkan sama keluarga dan tetangga bahwa Ikhsan belum pulang sampai sekarang," kata Heri.
Namun belakangan, kabar hilangnya Ikhsan dibantah. Menurut Heri, Ikhsan saat itu disembunyikan orang tuanya yang sepakat kasus tersebut diselesaikan secara kekeluargaan. Orang tua sengaja membawa Ikhsan ke rumah neneknya untuk disembunyikan.
Kapolda NTB juga menegaskan saksi dalam kasus tersebut tidak menghilang, seperti pada berita sebelumnya. Menurutnya, saksi bersembunyi karena tidak ingin diwawancarai.
"Keterangan dari keluarganya, saksi lama-lama stres karena dicari terus sama rekan-rekan ini. Sampai saat ini ada di rumah. Saya harapkan pada rekan media jangan sampai ada institusi atau perorangan dirugikan," katanya.
5. Ikat pinggang provost
Ada yang janggal dari foto yang beredar saat korban Zainal Abidin dibawa ke ruang Reskrim Polres Lombok Timur. Selain wajahnya babak belur, di belakang korban yang saat itu tengah duduk, berdiri anggota polisi tak dikenal. Pada foto hanya memperlihatkan ikat pinggang yang digunakan polisi itu. Namun yang janggal, diduga ikat pinggang itu milik provost. Yang artinya, ada provost di lokasi sebelum korban jatuh pingsan.
Awak media bertanya keterlibatan provost pada kasus tersebut. Apakah dari 14 saksi yang kini diperiksa Ditreskrimum Polda NTB, ada dari pihak provost.Namun Kapolda tidak menjelaskan secara detail siapa saja yang diperiksa dari 14 saksi itu.
"Memang ada anggota lalu lintas, itu kan ada dari gabungan yang melaksanakan dinas piket. Kemungkinan melihat temannya dipukul ada solidaritas, ada rasa jiwa korsa," ujarnya.