Waspada, Mie Berformalin Campur Boraks Beredar di Jakarta dan Jabar

Sidikat perngedar mie mengandung boraks dan formalin.
Sumber :
  • Bayu Nugraha/VIVAnews.

VIVA – Peredaran mie dengan kandungan zat kimia berbahaya jenis formalin dan boraks kembali jadi sorotan. Keberadaannya pun kembali diungkap aparat Kepolisian.

Pria Bergelar Raja Ramen di Jepang, Selama 30 Tahun Tiada Hari Tanpa Konsumsi Mi Instan

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Dedi Prasetyo menyampaikan, dalam kasus ini aparat meringkus tiga tersangka di tiga lokasi berbeda. Ketiga tersangka yakni M (57), AS (53) dan RH (39) bukan merupakan satu jaringan melainkan beroperasi secara sendiri-sendiri. Ketiganya pun memproduksi mie berbahan bahaya dengan produksi rumahan.

"Ketiga berasal dari wilayah berbeda seperti Cianjur dan Sukabumi," kata Dedi di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin, 16 September 2019.

5 Makanan Tertua di Dunia Usianya Ribuan Tahun, Berani Coba?

Dalam melaksanakan kejahatannya, para tersangka tersebut mencampur formalin dalam air rebusan mie sebagai zat pengawet dan mencampurkan boraks dalam adonan mie dengan bertujuan agar mie memiliki tekstur kenyal.

Kemudian pelaku menjual hasil produksi nya yang dibeli oleh pedagang. Mie tersebut sebagian besar diperjualbelikan di wilayah DKI Jakarta, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bogor, Kota Bekasi dan kabupaten Sukabumi.

Heboh Bahan Baku Langka Ancam Produksi Mie Instan, Produsen Indomie Buka Suara

"Bahan baku pembuatan mie diperoleh dari pasar sekitar tempat pembuatan mie tersebut. Bahan tambahan berbahaya yang dicampurkan dalam produk olahan mie yakni Formalin dan Boraks diperoleh dari Kota Bandung, Kabupaten Bogor (Parung) dan dari wilayah Sukabumi dan Cianjur," kata Dedi.

Bahan baku mie yakni tepung terigu, aci, air dan di salah satu TKP menggunakan boraks dicampur dalam mesin pengaduk adonan, kemudian adonan tersebut dicetak dalam mesin pencetak mie. Setelah adonan diolah menjadi bentuk mie, lalu direbus dalam dan dicampur dengan formalin.

"Setelah direbus mie tersebut diangin-anginkan sembari diberikan pewarna makanan kemudian dibungkus dalam plastik transparan per lima kg yang dibungkus menjadi satu bal, di mana per bal berisi 40 kg mie siap edar," ujarnya.

Para tersangka memasarkannya secara langsung ke pasar pasar tradisional. Ada pu|a yang diambil langsung oleh pemesan di rumah produksi mie milik para tersangka.

Para tersangka mampu memproduksi mie seberat lima sampai dengan tujuh ton per harinya. Omzet tersangka dalam melakukan perbuatan sebesar Rp50 juta sampai dengan Rp100 juta per bulan. 

Sementara itu, Wadir Tipidter Bareskrim Polri Kombes Agung Budijono menambahkan, pengungkapan kasus ini lantaran mie merupakan salah satu makanan kegemaran masyarakat. Sehingga hal ini dikhawatirkan dapat membahayakan masyarakat jika mengkonsumsi berbahan berbahaya.

Ia pun meminta agar masyarakat waspada dengan peredaran mie berbahan formalin dan boraks ini. Terlebih dalam kasus ini, sulit membedakan antara mie berbahan baku aman konsumsi dengan yang mengandung zat kimia berbahaya.

"Secara kasat mata enggak kelihatan. Tapi bisa dicek lewat tekstur kekenyalannya," kata Agung.

Dari sisi pedagang, ia menuturkan bahwa mayoritas pedagang juga tak mengetahui bahwa mie yang ia beli berbahan formalin atau boraks. "Pedagang kan yang penting dapat mie dan harga lebih murah," katanya.

Atas perbuatannya, para tersangka dikenakan Pasal 136 huruf B Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp10 miliar. 

Kemudian, Pasal 8 ayat 1 huruf 3 Jo Pasal 62 ayat 1 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya