Pria Diduga Dikeroyok Polisi, Keluarga Diminta Tak Tempuh Jalur Hukum
VIVA – Seorang pemuda bernama Zainal Abidin (29) warga Paokmotong, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, tewas diduga akibat dikeroyok polisi saat hendak mengambil motor miliknya yang ditilang di Kantor Satuan Lalu Lintas Polres Lombok Timur.
Kejadian pada Kamis, 5 September 2019 itu bermula saat korban terlibat cekcok dengan petugas di Kantor Satuan Lalu Lintas Polres Lombok Timur saat mengambil motornya yang ditilang polisi. Menurut informasi, Zainal Abidin diduga sempat menggigit jari telunjuk kanan seorang polisi bernama Nuzul Huzaen.
Akibatnya polisi memukul korban. Bahkan, beberapa rekan polisi lainnya diduga turut memukul korban. Tidak sampai di situ, saat korban digelandang ke ruang penyidik Reskrim Polres Lombok Timur, polisi juga diduga mengeroyok korban, karena tahu bahwa Zainal memukul polisi.
Heri, keluarga korban, mengungkapkan, saat korban diperiksa penyidik, dia sempat dikeroyok hingga korban jatuh lemas, dan dilarikan ke rumah sakit. Tak lama kemudian korban meninggal dunia.
"Saat mandikan jenazah itu banyak sekali luka. Lebam di mata kanan, di telinga bengkak, sampai kaki biru kayaknya ditendang," ujar Heri di Lombok, NTB pada Minggu, 8 September 2019.
Heri mengatakan, beberapa kali polisi datang ke rumah korban untuk membujuk keluarga agar tidak meneruskan kasus tersebut ke jalur hukum. Bahkan taliasih senilai Rp32,5 juta diberikan polisi pada keluarga korban.
Akhirnya, keluarga korban menuliskan surat pernyataan yang pada intinya berisikan tidak keberatan, dan tidak menuntut secara hukum atas kasus kematian korban.
Heri mengatakan, dari pihak Polsek Masbagik datang ke rumah korban agar merayu keluarga menyelesaikan kasus tersebut secara kekeluargaan.
"Maklum orangtua enggak begitu tahu hukum. Sebagian keluarga mau tempuh jalur hukum, cuma orangtua enggak mau, karena dari polsek datang terus dirayu ada perdamaian," katanya.
Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Mataram, Syamsul Hidayat, mengatakan, terhadap kasus penganiayaan yang menyebabkan kematian, tidak dapat hanya berdamai tanpa proses hukum. Surat pernyataan tidak keberatan dari keluarga korban hanya berguna untuk meringankan para terdakwa di pengadilan, bukan untuk menghentikan kasus.
"Perbuatan terhadap korban ZA bisa dikategorikan tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan matinya orang 351 (3) jo. 353 (3) KUHP. Delik ini kategorinya delik biasa, enggak perlu adanya pengaduan untuk proses pidananya. Mengenai surat pernyataan tidak keberatan yang dibuat keluarga tidak berarti proses hukumnya bisa dihentikan, proses hukumnya tetap dijalankan, nanti surat itu bisa diajukan sebagai alasan meringankan dalam proses persidangan," tuturnya.
Kabid Humas Polda NTB Kombes Pol Purnama, juga membenarkan pihak keluarga telah berdamai dengan polisi.
"Saat ini pihak keluarga menerima dengan ikhlas kematian, serta tidak menuntut dilakukan autopsi dan tidak menuntut dilakukan proses secara hukum," katanya dalam keterangan tertulis.