Myanmar Mau Terima Kembali, Rohingya Masih Merasa Terancam
- REUTERS/Mohammad Ponir Hossain
VIVA – Hamid Hussain, seorang petani berusia 71 tahun warga Rohingya, pertama kali melarikan diri dari Myanmar ke Bangladesh pada tahun 1992. Dia kemudian kembali ke tempat tinggalnya setahun kemudian di bawah kesepakatan repatriasi atau pemulangan kembali yang disepakati pemerintah Myanmar dan Bangladesh.
Namun, September 2017 lalu, ia harus kembali mengulangi mengungsi ke Bangladesh saat kekerasan kembali terjadi.
Hari ini, 15 Januari 2018, pejabat Myanmar dan Bangladesh kembali bertemu untuk membahas penerapan kesepakatan yang ditandatangani 23 November 2017 lalu agar mengembalikan 650 ribu warga Rohingya yang melarikan diri akibat kekerasan militer Myanmar.
Hussain adalah salah satu warga etnis Rohingya yang mengaku takut bahwa penyelesaian ini tak lebih baik dari yang sebelumnya. Dia khawatir kekerasan kembali terjadi.
"Pemerintah Bangladesh meyakinkan bahwa Myanmar akan mengembalikan hak-hak kami agar dapat hidup dengan damai. Kami kembali tapi tidak ada yang berubah. Saya akan kembali lagi hanya jika hak dan keamanan kami terjamin untuk selamanya," kata Hussain yang masih berada di sebuah kamp pengungsi sementara di bagian tenggara Bangladesh.
Myanmar yang dihuni mayoritas beragama Buddha telah bertahun-tahun menolak kewarganegaraan Rohingya termasuk memberi mereka kebebasan. Akses terhadap layanan dasar seperti perawatan kesehatan dan pendidikan juga sangat terbatas. Mereka dianggap sebagai imigran ilegal dari Bangladesh dan sebagian besar beragama Islam.
Pihak berwenang mengatakan bahwa orang-orang yang kembali dapat mengajukan kewarganegaraan jika mereka dapat menunjukkan bahwa leluhur mereka telah tinggal di Myanmar. Namun dalam kesepakatan terakhir, seperti yang pernah disepakati pada 1992, ternyata tidak ada jaminan soal kewarganegaraan itu.
Sementara pada pertemuan hari ini di ibu kota Myanmar, Naypyitaw, akan menjadi yang pertama bagi kelompok kerja gabungan kedua negara yang dibentuk untuk memastikan kesepakatan pemulangan kembali Rohingya ke Rakhine.
"Pemulangan kembali ini akan kacau dan rumit. Tantangannya adalah menciptakan lingkungan yang kondusif untuk mereka kembali," kata Shahidul Haque, pejabat tinggi Kementerian Luar Negeri Bangladesh sebagaimana dikutip dari Channel News Asia.
Juru bicara pemerintah Myanmar, Zaw Htay mengatakan bahwa orang-orang yang kembali nantinya dapat mengajukan kewarganegaraan setelah melalui verifikasi.
"Repatriasi pertama itu penting, kita bisa belajar dari pengalaman, baik atau buruk," ujar Zaw Htay.