Pertemuan dengan Korut Berhasil, Korsel Malah Puji AS
- Reuters
VIVA – Presiden Korea Selatan, Moon Jae In, memuji Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, karena telah membantu memicu perundingan antara Korea Selatan dan Korea Utara pertama kalinya dalam lebih dari dua tahun.
Pertemuan Korut-Korsel diadakan pada hari Selasa, 9 Januari 2018. Pertemuan dilakukan di zona demiliterisasi Korea Selatan, yang telah membagi Korea sejak 1953, setelah masa ketegangan yang berkepanjangan di Semenanjung Korea.
Seoul dan Pyongyang sepakat untuk melakukan perundingan, yang pertama sejak Desember 2015, untuk menyelesaikan masalah melalui dialog dan juga untuk menghidupkan kembali konsultasi militer, sehingga konflik yang tidak disengaja dapat dihindari.
"Saya pikir Presiden Trump pantas mendapat pujian besar karena membawa pembicaraan antar-Korea, saya ingin menunjukkan rasa terima kasih saya. Ini adalah hasil kerja dari sanksi dan tekanan yang dipimpin Amerika," kata Moon dalam pidatonya, yang diberitakan Reuters.
Moon juga mengatakan bahwa putaran awal pertemuan ini adalah untuk perbaikan hubungan Korut-Korsel. Menurutnya, tugas ke depan adalah untuk menarik Korea Utara melakukan pembicaraan, yang ditujukan untuk denuklirisasi.
"Ini sikap dasar kita, dan kita tidak akan pernah menyerah," ujar Moon. Ia juga mengatakan terbuka untuk bertemu dengan pemimpin Korut, Kim Jong Un, kapan pun, untuk memperbaiki hubungan bilateral.
Namun, Korea Utara mengatakan bahwa pihaknya tidak akan membahas soal nuklir dengan Korea Selatan, karena nuklir itu hanya ditujukan ke Amerika Serikat, bukan untuk 'saudara' di Korea Selatan, Rusia maupun China.
Disambut AS
Surat Kabar Korea Utara, Rodong Sinmun, menuliskan semua masalah bisa diselesaikan lewat usaha, demi kesejahteraan rakyat Korea itu sendiri.
"Jika Korea Utara dan Selatan meninggalkan kekuatan eksternal dan bekerja bersama, kita bisa menyelesaikan semua masalah sesuai kebutuhan masyarakat dan kemakmuran kita bersama," tulis surat kabar tersebut.
Sementara, Amerika Serikat menyambut baik perundingan Korut-Korsel itu sebagai langkah awal penyelesaian krisis nuklir di Semenanjung Korea. Departemen Luar Negeri AS mengatakan tertarik untuk bergabung dalam perundingan di masa depan, dengan tujuan untuk melakukan denuklirisasi di Korea Utara.
Amerika Serikat, yang masih memiliki 28.500 tentara yang ditempatkan di Korea Selatan, awalnya menanggapi dengan dingin gagasan pertemuan Korut-Korsel. Namun, Trump kemudian menyebutnya sebagai 'hal yang baik' dan mengatakan bersedia berbicara dengan Kim Jong Un. (ren)