RI Dorong Persatuan Palestina yang Terbelah, Hamas-Fatah
- VIVA/Daru Waskita
VIVA – Komitmen Indonesia untuk mendukung kemerdekaan rakyat Palestina dan menolak klaim sepihak Amerika Serikat yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota negara Israel masih terus berlanjut.
Hal ini kembali tercermin melalui pertemuan Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi dengan Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir secara tertutup selama satu jam di Kantor PP Muhammadiyah di Yogyakarta.
Usai pertemuan, Menlu Retno Marsudi mengatakan bahwa dia ingin bertukar pikiran dengan pimpinan salah satu ormas islam terbesar di Indonesia itu terkait masalah Palestina.
"Kami bertukar isu tentang Yerusalem. Intinya Indonesia bersatu untuk mendukung Palestina dan bukan jalan yang mudah tapi kami terus berjuang," ujar Retno di Yogyakarta, Jumat 29 Desember 2017.
Dalam pertemuan tersebut, Retno mengatakan terdapat sejumlah kesepakatan antara Muhammadiyah dan Kementerian Luar Negeri dalam menyikapi persoalan Yerusalem dan Palestina. Negara yang tergabung dalam Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) harus tetap solid karena OKI harus menjadi motor penggerak perjuangan Palestina.
"Beliau (Pak Haedar) ingin diplomasi Indonesia juga mendukung itu," ujarnya.
Selain itu, Kemenlu juga akan membicarakan persatuan Palestina yang saat ini masih terpecah menjadi Hamas dan Fatah agar bisa mempermudah perjuangan negara itu selanjutnya.
Diakui Retno, pertemuan dengan Muhammadiyah dilakukan secara berkala. Kemenlu juga meminta masukan soal politik luar negeri terutama yang menyangkut kepentingan umat muslim. Retno melanjutkan, persoalan pendidikan juga dibahas dalam pertemuan dengan Muhammadiyah kali ini termasuk kerja sama pendidikan untuk Filipina bagian selatan.
"Setelah pembebasan Marawi, kami ingin bekerja sama di bidang pendidikan. Muhammadiyah sudah punya kerja sama sebelumnya dan kami akan membicarakan kolaborasi kerja sama lebih lanjut," tutur Retno.
Retno mencontohkan beberapa kerja sama yang bisa dilakukan antara lain pertukaran guru pengajar dan pertukaran siswa. Apalagi Kemenlu memiliki kapasitas untuk memberikan beasiswa sementara Muhammadiyah memiliki sejumlah institusi pendidikan.
Sementara itu, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengapresiasi langkah pemerintah yang tegas dan berani menjadi pelopor menolak keputusan sepihak Trump.
"Langkah Indonesia sudah mendapat dukungan 128 negara di PBB," ucapnya.
Dosen UMY ini berpendapat, penolakan terhadap langkah Trump penting dilakukan untuk menjaga tegaknya perdamaian dunia. Peristiwa ini tidak hanya menjadi masalah bagi Timur Tengah dan Palestina melainkan juga bisa merembet ke negara lain.
"Perang Dunia I dan II terjadi karena politik seperti itu dan kami tidak ingin ada kekuatan adidaya mana pun yang mempertaruhkan masa depan dunia," ujar Haedar.