Mahmoud Abbas Kapok AS Jadi Mediator Damai Palestina-Israel
- REUTERS/Finbarr O'Reilly
VIVA – Presiden Palestina Mahmoud Abbas merasa kapok dengan Amerika Serikat terkait proses perdamaian di Yerusalem. Ia meminta Uni Eropa agar bisa mengambil inisiatif dalam proses perdamaian Israel-Palestina.
Dilansir dari Aljazeera, Sabtu, 23 Desember 2017, Abbas mengatakan tidak lagi menerima rencana perdamaian yang diajukan AS pascapengakuan Presiden Donald Trump atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Pernyataan Trump pada 6 Desember 2017 memicu protes dari belahan dunia.
"Amerika Serikat telah terbukti menjadi mediator yang tidak jujur dalam proses perdamaian," kata Abbas dalam sebuah konferensi pers bersama dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron di Paris pada Jumat.
Abbas menekankan, dengan dukungan negara-negara yang pro-Palestina seperti Turki, diharapkan AS mendapatkan hikmah pelajaran. Harapannya, AS bisa mengerti tak bisa memaksa solusi konflik perdamaian dengan menggunakan kekuatan uang.
Terkait hal tersebut, Palestina berharap Uni Eropa akan mengambil peran utama dalam perundingan damai antara Palestina dan Israel.
"Kami percaya pada Anda, Kami menghargai usaha yang Anda lakukan dan kami sangat mengandalkan usaha Anda," Abbas kepada Presiden Prancis Macron.
Sebelumnya, sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyetujui resolusi yang meminta AS menarik pengakuannya atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Sebanyak 128 anggota mendukung resolusi, sembilan negara menolak, sedangkan 35 lainnya abstain.
Sebanyak 193 anggota Majelis Umum PBB melakukan pemungutan suara atas resolusi yang menolak keputusan Presiden AS Donald Trump untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Dengan resolusi ini, pengakuan Trump terhadap Yerusalem sebagai ibu kota Israel menjadi 'batal demi hukum' lantaran disetujui Majelis Umum PBB.
Sebelumnya, Donald Trump mengancam negara-negara pro-Palestina dengan memilih resolusi tersebut. Ancaman berupa pemotongan bantuan AS ke PBB dan negara-negara anggota.
Duta Besar AS untuk PBB, Nikki Haley mengatakan bahwa sebagai donor terbesar ke badan internasional, AS punya alasan kuat agar niat baik negara adidaya itu bisa dikenali dan dihormati.
Ancaman ini juga menuai hujatan dari berbagai negara. Salah satunya kecaman Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. Ia menyindir AS serta Trump tidak dapat membeli kehendak demokrasi Turki. (art)