Trump Mau Mediasi Krisis Laut China Selatan, Tapi Ditolak
- REUTERS/Erik De Castro
VIVA – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menawarkan diri untuk menjadi penengah perselisihan teritorial antar-negara di Laut China Selatan. Kawasan yang kaya sumber daya alam itu tengah jadi sumber ketegangan setelah bertahun-tahun China menguasai secara sepihak di sebagian perairan sengketa tersebut.
Penawaran Trump terbilang mengejutkan dan dinilai bisa memicu reaksi balasan dari China. Diketahui, berulang kali China menegaskan bahwa Amerika Serikat tidak boleh mengintervensi sengketa tersebut.
"Jika saya dapat membantu menengahi atau melakukan arbitrase, tolong beritahu saya. Saya adalah seorang mediator yang sangat baik," kata Trump kepada Presiden Vietnam, Tran Dai Quang di Hanoi, Vietnam.
Diberitakan Channel News Asia, Senin, 13 November 2017, beberapa jam kemudian, pemimpin China dan Vietnam mengatakan bahwa mereka telah mencapai konsensus untuk menangani perairan yang menjadi perselisihan tersebut, yang dinilai sebagai respons negatif atas tawaran Trump.
Dilaporkan kantor berita Xinhua, kedua negara telah mencapai konsensus melalui pemimpin masing-masing untuk mengelola maritim secara tepat dengan memajukan semua bentuk kerja sama maritim termasuk pembangunan bersama dan berusaha menegakkan perdamaian dan stabilitas di Laut China Selatan.
Seperti diketahui, China mengklaim hampir semua wilayah laut strategis tersebut yang mana nilai perdagangan di kawasan itu ditaksir hingga US$5 triliun melintas setiap tahunnya. Oleh karena itu AS juga berkepentingan di dalamnya dalam hal lalu lintas perdagangan.
Wilayah Laut China Selatan (LCS) juga diyakini menyimpan endapan minyak dan cadangan gas alam yang besar.
Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei dan Taiwan termasuk negara mengklaim wilayah Laut China Selatan. Perselisihan wilayah tersebut sejak lama dipandang akan bisa menjadi pemicu konflik di wilayah Asia. Sementara negara-negara yang tersangkut sengketa dan merupakan anggota ASEAN lebih memilih konflik itu diselesaikan melalui ASEAN dan China. Meski penyelesaian melalui ASEAN itu sayangnya tak terlalu disukai China yang bersyahwat menguasai LCS. (ren)