Marawi Bebas ISIS, Sempalan Ditakutkan Bergerak ke Kota Lain
- Reuters/Alaa Al-Marjani
VIVA – Pada suatu tengah hari, dua mobil tiba-tiba melaju, lalu diparkirkan bersebelahan satu sama lain di depan Universitas Notre Dame, salah satu universitas tertua di Cotabato City, Filipina.
Delapan hingga sepuluh pemuda keluar dari mobil itu. Salah satu dari mereka membungkus bendera hitam ISIS di belakang punggungnya dan berjalan mondar-mandir.
"Rasanya seperti parade untuk memamerkan bendera. Orang-orang berhenti untuk menatap mereka. Parade itu berlangsung sekitar 10 menit sebelum mereka kembali ke mobil dan pergi," kata salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.
Insiden yang terjadi bulan lalu itu membuat masyarakat khawatir bahwa ISIS di Marawi, Pulau Mindanao, Filipina selatan, akan mencoba melakukan aksi yang sama di Cotabato City.
"Kami perlu membuat rencana seperti mendapatkan pekerjaan di kota lain, jika terjadi yang terburuk," kata warga tersebut.
Pada 23 Mei 2017, kelompok pro-ISIS yang dipimpin oleh grup Maute yang didirikan oleh bersaudara laki-laki Omar dan Abdullah Maute serta Isnilon Hapilon dari Grup Abu Sayyaf menyerang Marawi yang jaraknya terletak sekitar 155 kilometer dai Cotabato City.
Militer Filipina membutuhkan waktu lima bulan sebelum akhirnya merebut kembali kota Marawi dari militan pada 17 Oktober 2017.
Meski demikian, timbul kekhawatiran bahwa pertempuran militan di wilayah tersebut belum berakhir. Bahkan, mereka yang melarikan diri diduga bermukim kembali dan mencari perlindungan seperti di Cotabato selatan.
Pengamat meyakini bahwa sementara situasi di Marawi telah dikendalikan oleh militer Filipina, masih ada ancaman yang perlu diwaspadai.
"Cotabato City masih dalam masalah serius dan bisa disusupi oleh kelompok pro-ISIS. Banyak pelarian dari Marawi termasuk satu saudara laki-laki Maute sedang berlindung di Kota Cotabato di mana mereka secara aktif merekrut anggota baru," kata Prof. Banlaoi, kepala Institut Perdamaian, Kekerasan dan Terorisme Filipina.
Sementara itu, mantan militan Jemaah Islamiyah (JI) kepada Channel News Asia dalam sebuah wawancara mengatakan bahwa Mindanao adalah satu-satunya tempat di ASEAN, di mana ISIS dapat membentuk wilayah kekuasaan. Kondisi itu mengingat perbatasannya yang luas, senjata berlimpah, amunisi, dan bahan peledak yang tersedia untuk penjualan di pasar gelap.