Kuba Berteriak, 55 Tahun Diembargo Ekonomi oleh AS
- VIVA.co.id/Dinia Adrianjara
VIVA – Embargo ekonomi, komersial dan finansial sepihak dari Amerika Serikat atas Kuba telah dijatuhkan selama 55 tahun terakhir. Sekitar 70 persen dari populasi Kuba lahir dan tumbuh di bawah embargo tersebut dan akhirnya berdampak dengan adanya berbagai hambatan pertumbuhan di negara itu.
Pada masa jabatannya sebagai Presiden Amerika Serikat, Barack Obama telah mengumumkan restorasi hubungan diplomatik dan dimulainya proses normalisasi hubungan bilateral dengan Kuba pada 17 Desember 2014.
Namun keputusan ini berubah saat Donald Trump menggantikan posisi tersebut. Dia membalikkan progres kebijakan terhadap Kuba yang telah dirancang oleh Obama dan Presiden Kuba, Raul Castro Ruz. Pada Juni 2017, Trump mengumumkan kembali soal penetapan blokade ekonomi atas Kuba.
Blokade ini telah berdampak kepada masyarakat Kuba selama hampir enam dekade dengan kerugian dalam jumlah besar, hilangnya investasi asing, hambatan perkembangan ekonomi termasuk sulitnya peningkatan di bidang teknologi.
"Langkah yang diumumkan oleh pemerintah Amerika Serikat menambah rintangan yang sebelumnya sudah sangat ketat utamanya terkait perdagangan antara Kuba dan AS. Langkah ini juga mengurangi kesempatan Kuba untuk meraih pertumbuhan yang berkelanjutan," kata Duta Besar Kuba untuk Indonesia, Nirsia Castro Guevara di Jakarta, Selasa, 31 Oktober 2017.
Atas hal ini, pemerintah Kuba melalui Menteri Luar Negeri Kuba pada hari ini, 1 November 2017 akan mengajukan resolusi kepada Sidang Umum Perserikatan Bangsa Bangsa untuk meminta kepada anggota PBB mendukung penarikan embargo.
Ini bukan pertama kali Kuba mengajukan resolusi kepada PBB. Dubes Nirsia mengatakan, sudah 20 kali Kuba mengajukan resolusi dan mendapat dukungan penuh dari hampir seluruh anggota PBB. Ia mengatakan tahun lalu, dari 193 anggota PBB, Kuba meraih dukungan dari 191 negara kecuali Amerika Serikat dan Israel.
"Jadi kami mendapat dukungan penuh dari anggota PBB. Hanya Amerika Serikat tidak memberikan perhatian terhadap resolusi yang kami ajukan ini," kata Nirsia.
Kendati demikian Nirsia menegaskan bahwa kondisi Kuba dan Amerika Serikat tidak dalam keadaan perang. Ia mengatakan bahwa Kuba memiliki keinginan kuat untuk melanjutkan dialog dan kerja sama yang saling menguntungkan antara kedua negara.
"Kami memiliki keinginan untuk menegosiasikan kembali isu bilateral yang tertunda dengan Amerika Serikat dalam azas kesetaraan, prinsip timbal balik, penghormatan kedaulatan dan kebebasan terhadap Kuba," kata dia.