Panglima TNI Ditolak, Dinilai Tak Cukup Nota Protes
- REUTERS/Beawiharta
VIVA – Pemerintah didesak untuk bertindak tegas, terkait US Cutoms and Border Protection Amerika Serikat, yang secara mendadak melarang Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo memasuki wilayah negara tersebut.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menganggap, tindakan yang terjadi saat Gatot dan istri hendak menghadiri undangan Panglima Angkatan Bersenjata AS, Jenderal Joseph F. Durford, telah merendahkan harga diri bangsa Indonesia.
"Pemerintah Indonesia sejatinya memprotes keras atas perlakuan yang mencederai kehormatan tidak hanya pribadi Panglima TNI dan institusi TNI, tetapi juga NKRI," kata Komisioner Komnas HAM, Maneger Nasution dalam siaran persnya, Selasa 24 Oktober 2017.
Memang, melalui dubes AS maupun wakilnya sudah melayangkan permohonan maaf. Namun, menurut Maneger, hal itu tidak cukup. Pemerintah diminta terus mendesak AS, agar menyampaikan alasan hal itu bisa terjadi.
"Kalau ada kesalahan di internal AS, yaitu US Customs and Border Protection, jenis kesalahan yang terjadi harus dijelaskan secara terbuka ke publik Indonesia," katanya.
Sikap tegas Presiden Joko Widodo, menurutnya, juga dibutuhkan. Bila perlu, Dubes AS untuk Indonesia harus dipanggil kembali untuk memberi penjelasan mengenai masalah ini.
Dalam kesempatan berbeda, Ketua Komisi I DPR, Abdul Kharis Almasyhari juga menilai bahwa permintaan maaf dari pihak AS memang belum cukup. Dia mengatakan, terakhir pada saat berkomunikasi dengan Menlu Retno Marsudi dan Panglima TNI Gatot Nurmantyo, belum diterima adanya penjelasan lugas dari AS soal penolakan itu.
"Komunikasi saya sampai saat ini, (mereka) juga belum dapat jawaban yang riil," kata Abdul Kharis di Apa Kabar Indonesia Pagi tvOne.
Dia menyayangkan, adanya kurang koordinasi yang menyebabkan Panglima TNI sempat ditolak. Apalagi, pejabat negara, seharusnya bukan tamu biasa.
"Kalau pun ada institusi yang berbeda-beda, kenapa tak ada koordinasi untuk negara sebesar itu," katanya.