Isu 'Aseng' Juga Sensitif di Kampus Australia
- Shanghaiist
VIVA.co.id – Kementerian Pendidikan Australia mendesak pihak kampus untuk tetap menjaga integritas setelah seorang diplomat kembali melempar isu baru soal kemungkinan pengaruh China dalam kampus saat berpidato.
Birokrat Kepala Urusan Luar Negeri Australia Frances Adamson menyerukan agar perdebatan tentang pengaruh China cukup sampai di ruang kelas. Seruan itu memicu klaim, bahwa kedutaan telah memberi pengaruh di kampus, yang pada bulan Juni lalu telah dihentikan oleh diplomat China dan menyebut isu itu sebagai 'fitnah.'
Menteri Pendidikan Simon Birmingham mengatakan, mahasiswa seharusnya berpikir lebih kritis. "Universitas harus selalu waspada saat ini, karena mereka telah melalui sejarah mereka dalam hal memastikan integritas, mereka berstatus tinggi, mereka menyampaikan pendidikan berkualitas dan saya yakin bahwa mereka melakukan itu, mereka menantang siswa yang datang ke mereka, apa pun latar belakang siswa tersebut," katanya kepada Australian Broadcasting Corporation, 10 Oktober 2017.
Birmingham tak secara langsung merujuk pada China, tapi komentarnya adalah sebuah respon atas pidato Adamson yang disampaikan di University of Adelaide's Confucius Institute pada Minggu, 8 Oktober 2017.
Adamson, Sekretaris Departemen Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan, secara langsung menyebut 'mahasiswa internasional,' sepanjang ceramahnya yang bertema Australia dan China dalam Abad 21. "Tak diragukan lagi akan datang kondisi di mana Anda menemukan hal-hal yang Anda tidak biasa, mengganggu atau mungkin tampak salah," katanya.
"Jadi ketika situasi itu datang, biarkan saya mendorong Anda untuk tidak diam-diam menarik diri, atau secara membabi buta mengutuk, tapi untuk secara terhormat terlibat. Pembungkaman siapa pun di masyarakat kita - dari siswa hingga dosen hingga politisi - adalah penghinaan terhadap nilai-nilai kita," ujarnya menambahkan.
Adamson, yang pernah menjadi Dubes Australia untuk China mengatakan, universitas harus aman dan fleksibel saat terjadi tekanan yang tidak diharapkan. "Saat China menjadi semakin penting bagi masa depan Australia dan dunia, maka akan semakin banyak perhatian ke China, termasuk bagaimana cara untuk memberi pengaruh pada dunia internasional," katanya.
Selama beberapa bulan terakhir ada kasus menonjol di mana mahasiswa China di berbagai universitas di Australia mengajukan protes mengenai materi ajar yang salah dan menghina China. Salah satu yang mereka komplain adalah menyebut Taiwan dan Hong Kong sebagai sebuah negara.
Pada bulan Juni, media Australia melaporkan bahwa Kedutaan Besar China di Australia telah "mengatur" organisasi mahasiswa China untuk mengadakan demonstrasi menyambut Perdana Menteri China Li Keqiang. Laporan tersebut juga mengklaim bahwa pelajar China di Australia dipantau karena perilaku pembangkang.
Saat ini, jumlah mahasiswa China di Australia mencapai lebih dari seperempat dari total mahasiswa asing di Australia.