Amnesty International : Ada Upaya Bumi Hangus di Rakhine
- REUTERS/Danish Siddiqui
VIVA.co.id – Lembaga pemantau isu global, Amnesty International (AI) menuding pemerintah Myanmar sedang melakukan pembersihan etnis di Rohingya. AI menunjuk jumlah warga Rohingya yang meninggalkan Myanmar, yang telah mencapai 400.000 jiwa.
Pengerahan pasukan keamanan dan aksi main hakim sendiri telah membuat AI menyimpulkan, pemerintah Myanmar sedang melakukan aksi bumi hanguskan Rakhine. Mereka membakar seluruh desa dan menembaki orang-orang yang mencoba melarikan diri.
Merujuk pada laporan satelit terbaru, data titik api, foto dan video dari lokasi, kelompok pemantau ham itu mengatakan, setidaknya ada 80 titik api besar terlihat di seluruh area di sebelah utara Rakhine, sejak 25 Agustus.
"Buktinya tidak terbantahkan - pasukan keamanan Myanmar sedang menetapkan wilayah utara negara bagian Rakhine terbakar dalam sebuah kampanye yang ditargetkan untuk mendorong orang-orang Rohingya keluar dari Myanmar," kata Tirana Hassan, Direktur Penanggulangan Krisis Amnesty International seperti dikutip dari Al Jazeera, Jumat, 15 September 2017.
"Jangan salah: ini adalah pembersihan etnis," ujarnya menegaskan.
Sedikitnya 370.000 orang Rohingya diperkirakan telah melarikan diri dari Negara Bagian Rakhine ke negara tetangga Bangladesh setelah pejuang dari Arakan Rohingya Solidarity Army (ARSA) menyerang pos polisi, yang memicu serangan militer besar-besaran.
Pada hari Rabu, 13 September 2017, pemerintah Myanmar mengatakan bahwa hampir 40 persen desa Rohingya dijadikan sasaran tentara dalam apa yang disebut "operasi pembersihan."Â Hasilnya, dari 471 desa, 176 diantaranya sudah kosong, dan sekitar 34 desa sudah ditinggalkan.
Amnesty mengatakan bahwa pihaknya dapat menguatkan terjadinya aksi pembakaran dengan menganalisis foto-foto yang diambil dari seberang Sungai Naf di Bangladesh, yang menunjukkan kumparan besar asap yang meningkat di dalam Myanmar.
Organisasi hak asasi internasional itu juga mengatakan bahwa di beberapa daerah, pemerintah daerah memperingatkan desa-desa terlebih dahulu bahwa rumah mereka akan dibakar, sebuah indikasi yang jelas bahwa serangan tersebut disengaja dan direncanakan.
Salah seorang saksi mata dari desa Pan Kyiang di Rathedaun menggambarkan, bagaimana pada 4 September subuh, pihak militer mendatangi pengurus desa dan meminta seluruh warga segera meninggalkan desa tersebut sebelum pukul 10 pagi. "Semuanya akan dibakar," ujar saksi tersebut.
Lalu saat seluruh keluarganya sedang berkemas, ia melihat sebuah bola api besar menyambar rumahnya, dan membuat mereka kabur dalam kondisi panik.
Aksi kekerasan yang meluas di Rakhine ini membuat kecaman internasional mengarah ke Aung San Suu Kyi. Penerima Nobel Perdamaian itu dianggap membiarkan terjadinya pelanggaran ham besar-besaran di hadapan matanya sendiri. Suu Kyi juga menolak hadir di Sidang Umum PBB yang khusus membahas Rohingya. Suu Kyi beralasan, ada urusan dalam negeri yang lebih mendesak. (ren)