Sebulan, Tahanan Palestina di Israel Masih Mogok Makan
- Reuters/Ammar Awad
VIVA.co.id – Puluhan warga Palestina yang melakukan mogok makan massal di penjara Israel dipindahkan dari sel mereka. Pemindahan dilakukan agar mereka mendapat perawatan medis.
Menurut Juru Bicara Penjara Israel Assaf Librati, jumlah pelaku mogok makan juga telah mengalami penurunan. "Setelah 31 hari, pelaku mogok makan kini tinggal 843 orang," ujarnya seperti dikutip dari Times of Israel, 18 Mei 2017.
Menurut Librati pemindahan mulai dilakukan sejak pekan lalu. Mereka dipindahkan ke penjara khusus dengan staf medis. "Itu adalah ruang perawatan biasa. Tapi jika dokter mengatakan mereka harus dibawa ke rumah sakit, maka kami akan membawa mereka menggunakan ambulans," ujarnya. Librati mengatakan, saat ini sudah ada dua tahanan yang dirawat di rumah sakit.
Para tahanan, yang dipenjara karena keterlibatan mereka dalam konflik Palestina-Israel melakukan mogok makan untuk meminta fasilitas yang lebih baik. Menurut Librati, mereka menuntut disediakan AC, ketersediaan buku dan majalah tanpa dibatasi, 20 saluran televisi, pilihan barang yang lebih banyak di kantin, kunjungan keluarga, pembukaan kembali studi universitas, penggunaan telepon umum, dan pemeriksaan kesehatan rutin bagi para tahanan.
Pemerintah Israel menolak permintaan mereka, dan mengatakan bahwa kondisi kamar tahanan sudah memenuhi standar internasional. Librati menolak memberikan penjelasan tentang Marwan Barghouti, tahanan paling terkenal yang dikabarkan menjadi otak mogok makan ni. Awal pekan ini, pengacara Barghouti mengatakan, setelah dikunjungi Marwan juga segera menolak minum. Belum jelas, apakah sejak unjuk rasa dimulai pada 17 April lalu ia sudah berhenti minum.
Sementara itu, sejumlah keluarga tahanan di Tepi Barat melakukan protes karena minimnya perhatian dunia internasional pada aksi tersebut. Rabu lalu, sejumlah aktivis dan anggota keluarga memblokir jalan menuju komplek PBB di Ramallah. Pemblokiran dilakukan selama dua jam. "Kami melakukan unjuk rasa untuk mengirimkan pesan pada PBB agar memainkan peran mereka untuk melindungi anak-anak kami yang saat ini sekarat di dalam penjara Israel," ujar Majdi Ziadeh, salah seorang orang tua dari tahanan.
Kelompok Palang Merah Internasional juga menuai kecaman karena menolak memberi tahu kondisi di dalam penjara setelah melakukan kunjungan. Palang Merah Internasional memutuskan menutup kantor mereka di Ramallah pada Selasa sore, 17 Mei 2017, setelah akses ke kantor mereka dihalangi oleh massa yang marah.
Pemerintah Israel saat ini menahan sekitar 6.500 warga Palestina, yang mereka sebut sebagai tahanan keamanan. Mereka ditahan dengan berbagai sebab, mulai dari melemparkan batu hingga menjadi anggota organisasi yang dilarang Israel untuk menyerang warga Israel hingga tewas atau terluka. Ratusan diantara mereka ditahan tanpa melalui proses pengadilan, yang disebut oleh pihak Israel sebagai penahanan administratif.