Umat Muslim Diminta Pilih Macron Jadi Presiden Prancis
- REUTERS/Philippe Wojazer
VIVA.co.id – Imam Besar Masjid Agung Paris, Dalil Boubakeur, meminta Muslim Prancis untuk memilih Emmanuel Macron dalam pemilihan presiden putaran dua pada 7 Mei mendatang. Politisi 39 tahun itu berhasil masuk posisi dua besar dalam pemilihan presiden Prancis putaran pertama 23 April lalu, bersama dengan politisi ultra-nasionalis, Marine Le Pen.
Boubakeur mendesak bagi hampir 5 juta Muslim negara tersebut untuk "memilih secara besar-besaran" Macron, yang menggambarkan putaran kedua pemungutan suara sebagai "penentuan nasib Prancis dan kelompok minoritas".
"Masjid Agung Paris dan Federasi Nasional (FGMP) menyerukan kepada umat Islam di Prancis untuk memilih secara massal kandidat Emmanuel Macron," kata Boubakeur, seperti dikutip situs Anadolu Agency, Selasa, 25 April 2017.
Ia mengungkapkan, kaum Muslim harus memilih politisi yang membela persaudaraan di antara warga negara, bukan perselisihan atau kebencian.
Tanpa menyebut nama rival Macron, kandidat sayap kanan Marine Le Pen (48), Boubakeur mengatakan bahwa warga Prancis harus memahami "ancaman yang terkandung dalam gagasan xenofobia yang membahayakan kehidupan bernegara".
Di tempat terpisah, beberapa serikat mahasiswa Prancis dan gerakan antisayap kanan, seperti SOS RACISM, menyerukan untuk memblokir kandidat Le Pen di putaran kedua pilpres, dengan menggelar demonstrasi di seluruh Prancis pada Senin malam, 24 April kemarin.
Demonstrasi tersebar di sejumlah kota seperti Paris, Bordeaux, Toulouse, dan Grenoble. Polisi Prancis sendiri telah mengamankan 29 orang setelah bentrokan meletus di Place de la Bastille, Paris timur, pada Minggu, 23 April lalu.
Hollande juga dukung Macron
Sementara itu, Presiden Prancis François Hollande menyerukan kepada seluruh rakyatnya untuk menolak kandidat kanan jauh Marine Le Pen dan memberikan suara kepada Emmanuel Macron untuk menggantikannya sebagai presiden.
"Sekarang Emmanuel Macron adalah sosok yang akan membela nilai-nilai yang menyatukan rakyat Prancis pada masa yang penting, masa yang serius bagi Eropa, dunia dan Prancis," tutur Hollande, seperti dikutip BBC.
Pemilihan presiden Prancis dilanjutkan ke putaran kedua karena tidak ada kandidat yang meraup suara lebih dari 50 persen. Pada pemilu pertama, Macron meraih 23,8 persen suara, disusul Le Pen, yang mengantongi 21,5 persen total suara.
Dukungan kepada Macron juga diberikan oleh dua calon yang sudah kalah, François Fillon dari Republik dan Benoît Hamon dari Sosialis.
Le Pen dikenal sebagai kandidat yang menentang kebijakan menerima pendatang asing (imigran) dan mendorong Prancis untuk keluar dari Uni Eropa (Frexit). (ren)