Kebencian Antar-Ras di AS Telan Korban Lagi
- REUTERS/Andrew Innerarity
VIVA.co.id – Seorang pria kulit hitam menembak mati tiga pria kulit putih di California. Polisi menyebut aksinya sebagai kejahatan karena kebencian, bukan terorisme.
Seorang pria Afrika Amerika melepaskan 16 tembakan dalam hitungan 90 detik. Akibat tembakan itu tiga orang tewas dan satu lainnya terluka. Pelaku diidentifikasi sebagai Kori Ali Muhammad, 39 tahun. Saat ditangkap ia berteriak dalam bahasa Arab.
Penembakan tersebut dilakukan sekitar pukul 10.45 waktu setempat, tak jauh dari lokasi umat Katolik yang sedang melakukan acara amal. Saksi mata mengatakan, mereka melihat seorang pria dengan senjata besar. Ia terlihat beberapa kali mengokang senjata sebelum memuntahkan peluru.
Ia lalu menembakkan senjatanya ke arah sebuah mobil dinas milik perusahaan Gas dan Elektrik Pacific, dan menewaskan penumpangnya.
Kepala Polisi California, Jerry Dyer, Kori juga pelaku pembunuhan pada petugas keamanan diluar sebuah motel di California pekan lalu. "Apa yang ia lakukan bukan tindakan terorisme, tapi kejahatan karena kebencian," ujar Dyer, seperti diberitakan oleh BBC, 19 April 2017.
Menurut polisi, tersangka kerap melontarkan kebenciannya melalui media sosial pada para kulit putih dan memiliki pandangan anti-pemerintah. Seluruh korban penembakan Kori adalah kulit putih. Tiga diantaranya tewas sementara satu yang terluka ditembak saat duduk di mobilnya.
"Ia ingin membunuh banyak orang sebisa mungkin, itu sebabnya ia sudah merencanakan aksi ini," ujar Dyer. "Pemilihan korban dilakukan secara acak. Ini bukan serangan provokasi, karena dilakukan oleh seseorang yang berniat melakukan pembunuhan hari ini," ujarnya menambahkan.
Ayah Kori Muhammad mengatakan kepada Los Angeles Times, bahwa anaknya yakin ia adalah bagian dari perang yang terjadi antara kulit hitam dan kulit putih, dan peperangan itu adalah "peperangan untuk memperebutkan kekuasaan." Muhammad, yang kerap menggunakan nama Black Jesus, akan menghadapi empat persidangan mengenai pembunuhan.
Penembakan ini mengingatkan kembali debat tentang penggunaan kontrol senjata di Amerika Serikat. Di negara tersebut, setiap tahun lebih dari 30.000 orang tewas oleh penembakan. (ren)