Pengusiran Paksa Penumpang Pesawat Terjadi Lagi
- REUTERS/Tim Wimborne
VIVA.co.id – Maskapai penerbangan Air Canada mengajukan permintaan maaf dan menawarkan kompensasi, lantaran "mengambil" kursi penumpang berusia 10 tahun yang telah dibayar penuh sebulan sebelum keberangkatan.
Brett dan Shanna Doyle, orangtua dari Cole Doyle, mengatakan mulanya mereka mencoba untuk melakukan proses check-in pada 15 Maret lalu, sebelum keberangkatan secara online untuk anaknya.
Namun, informasi yang didapat dari pihak bandara bahwa sudah tidak ada lagi kursi yang tersedia untuk Cole. Terlebih, keluarga Doyle tengah bersiap-siap untuk berlibur ke Kosta Rika melalui Montreal dari Charlottetown, Prince Edward Island.
"Agen perjalanan mengatakan kepada kami bahwa pesawat hanya memiliki 28 kursi, tapi anehnya 34 tiket telah terjual. Saya berkata ke agen bahwa itu sangat tidak mungkin ada enam orang tidak akan muncul pada hari keberangkatan," kata Brett, seperti dikutip situs Huffingtonpost, Selasa, 18 April 2017.
Insiden ini mengingatkan penumpang bernama David Dao (69) yang diusir paksa kru pesawat dan petugas keamanan bandara lantaran berontak ketika diminta turun paksa dari maskapai United Airlines.
Meski kecewa, keluarga Doyle lalu berinisiatif pergi ke Moncton, New Brunswick, untuk mengejar penerbangan yang berbeda ke Montreal sebagai gantinya. Akan tetapi, setibanya di sana mereka mendapati kekecewaan karena penerbangan dibatalkan.
Brett pun curhat di Facebook pribadinya. "Setelah dua jam perjalanan dari Charlottetown ke Moncton, kita dapat informasi dari bagian informasi bahwa penerbangan telah dibatalkan. Ini luar biasa," ungkap dia, seraya menyindir.
Kompensasi tak cukup
Media lokal Kanada lalu tertarik untuk menulis kisah tragis ini. Tak lama setelah itu, Brett mengaku telah dihubungi Air Canada pada bulan yang sama, namun hanya menerima permintaan maaf dan menawarkan voucher perjalanan sebesar C$2.500 (Rp25 juta).
Juru Bicara Air Canada, Isabelle Arthur, membenarkan bahwa pihaknya telah menghubungi keluarga Doyle dan meminta maaf. "Kami sedang menindaklanjuti untuk memahami apa yang salah dan telah meminta maaf kepada Tuan Doyle dan keluarga, serta menawarkan kompensasi yang sangat murah hati kepada mereka atas ketidaknyamanan ini," paparnya.
Namun, Doyle mengatakan ia mengulurkan tangan untuk Air Canada beberapa kali sebelum dan setelah perjalanan keluarga, tapi tidak berhasil. "Mungkin, kalau kisah saya tidak diangkat ke media, apakah Air Canada akan menghubungi kami?" katanya, mempertanyakan.
Brett mengaku ditawari voucher sebesar C$1.600 (Rp16 juta) dengan masa berlaku satu tahun. Ia lalu bernegosiasi dengan Air Canada untuk meningkatkan nilai voucher menjadi C$2.500 ditambah biaya lainnya.
Itu pun, Brett mengaku, masih tidak menutupi biaya tiket untuk keluarganya yang berjumlah empat orang. "Mohon maaf. Tanpa bermaksud serakah, tapi apa yang saya benar-benar ingin katakan di sini adalah akibat kebijakan semena-mena ini, maka kami harus menempuh perjalanan selama berbulan-bulan. Nilai voucher ini tidak akan sanggup menutupinya," ujar Brett.