Rusia Bantah Ikut Campur dalam Pilpres Prancis
- Reuters
VIVA.co.id – Pertemuan kandidat presiden Prancis, Marine Le Pen, dan Presiden Rusia, Vladimir Putin, pada 24 Maret 2017 lalu menyisakan banyak tanda tanya. Menjelang pemilihan presiden Prancis pada 23 April mendatang, ketua Barisan Nasional ini melakukan kunjungan ke Kremlin, Moskow, untuk menemui orang nomor satu di Rusia itu.
Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Mikhael Yurievich Galuzin, menjelaskan pertemuan keduanya sama sekali tidak berkaitan dengan pemilu Prancis. Ia menampik pemberitaan media yang menyatakan bahwa Rusia ingin ikut campur dalam pemilu Negeri Menara Eiffel itu. Menurutnya, Le Pen memang telah lama ingin bertemu dengan Presiden Putin.
"Ini hal yang alamiah, mereka berkomunikasi, berdialog dalam banyak hal. Adalah wajar apabila seorang elite politik atau kelompok partai di negara-negara Barat saling bertemu dan membahas banyak hal, termasuk Prancis," ujarnya, Kamis 29 Maret 2017, di kediamannya, Jalan Karet Pedurenan, Jakarta Selatan.
"Ini adalah praktik yang normal untuk menyatukan hubungan internasional kedua negara, ketika presiden dari sebuah negara bertemu dengan pemimpin dari negara-negara lain. Tidak hanya presiden, tetapi juga oposisi, pimpinan partai, atau bahkan anggota parlemen," tegas Dubes Galuzin.
Ia menilai tidak ada sesuatu yang besar dari pertemuan tersebut. "Kami menampik tuduhan bahwa Le Pen telah meminta Rusia untuk memenangkannya di pemilu, seperti kejadian yang sudah-sudah, saat pemilu Amerika Serikat tahun lalu. Le Pen memang sudah lama ingin bertemu Presiden (Putin)," ungkapnya.
Sementara itu, dikutip melalui USA Today, Senin 27 Maret 2017, para analis menduga, merangkul Le Pen merupakan upaya Rusia untuk menjangkau kekuatan nasionalis dan anti-globalis dalam membangun pengaruhnya di Barat. Pertemuan keduanya juga dianggap membantu mengatasi ketegangan hubungan antara AS dan Uni Eropa.
Le Pen menyatakan akan meningkatkan kerja sama keamanan kedua negara seperti memerangi kelompok Islam radikal, mencabut sanksi Uni Eropa di Moskow atas pencaplokan Krimea di Peninsula tahun 2014 dan mengakui Krimea sebagai bagian dari Rusia. Semua ini akan dilakukan Le Pen jika ia terpilih sebagai presiden Prancis periode lima tahun ke depan. (one)