Tolak Perkosaan, Mahasiswa Lakukan Aksi Gantung Celana Dalam

Aksi anti-pemerkosaan dengan menggantung celana dalam.
Sumber :
  • Independent.

VIVA.co.id – Universitas Roehampton di London, dibuat heboh dengan adanya aksi gantung celana dalam di lingkungan kampus. Celana dalam, yang dibubuhi kutipan dari korban pemerkosaan, merupakan bentuk protes keras mahasiswa.

Anak 5 Tahun di Jaktim Tewas Setelah Diduga Diperkosa Ayah Kandung, Polisi Periksa Sejumlah Saksi

Mereka menuntut dukungan dari pihak universitas, untuk orang-orang yang mengalami kejahatan seksual di lingkup kampus.

Komunitas Feminis di Universitas Roehampton, menginginkan kampus mereka bersungguh-sungguh mengatasi kasus perkosaan dan pelecehan di kampus. Untuk menarik perhatian, mereka menggantung pakaian dalam.

Penyidik Polda NTB Sebut Agus Buntung Bisa Lecehkan Korban Secara Fisik

Pemimpin komunitas ini, Zoë Cartlidge mengatakan, dia mengorganisir aksi protes ini, karena dia pernah diserang pada awal tahun pertamanya belajar di kampus. Saat itu, ia tidak tahu harus bercerita kepada siapa.

"Kami memutuskan untuk menggantungkan pakaian dalam, yang dihiasi dengan slogan-slogan di sekitar kampus, karena kami ingin menciptakan sesuatu yang abadi. Para aktivis berniat untuk mengadakan aksi protes kedua di serikat mahasiswa minggu depan," kata Cartlidge seperti dikutip melalui The Independent, Jumat 24 Maret 2017.

Agus Buntung Bingung Jadi Tersangka Perkosaan: Saya Tak Bisa Buka Baju-Celana Sendiri

Cartlidge menambahkan, meskipun beberapa teman-temannya memiliki pengalaman yang sama dengannya, dia tidak merasa Roehampton lebih berbahaya daripada universitas lain. "Ini adalah masalah universal. Hal ini tidak hanya sebatas Roehampton, ini adalah masalah Kerajaan Inggris, masalah di seluruh dunia dan sesuatu yang harus dipikirkan setiap orang," ujarnya.

Sedangkan Universitas Registrar mengatakan, tim Welfare (kesejahteraan) di Universitas Roehampton, yang dipimpin oleh Dr. Aleata Alstad-Calkins, telah memberikan pelatihan spesialis di sebuah pusat krisis perkosaan.

Di situ, mahasiswa diberikan akses ke tempat petugas kesejahteraan siswa. Mereka telah dilatih untuk menangani laporan kekerasan seksual dan siap mendampingi korban selama wawancara polisi.

Petugas kesejahteraan tersebut dapat memberikan bantuan dengan layanan pascaserangan, seperti perawatan medis dan terapi jangka panjang. Selain itu, petugas akan memberikan dukungan berkelanjutan untuk masa studi korban kejahatan. "Petugas kesejahteraan kami dilatih untuk memberikan dukungan profesional dan adil. Penyuluhan gratis di rumah suluh disediakan di situs," ujar Alstad-Calkins.

Awal tahun ini, kata Alstad-Calkins, pihak kampus membentuk kelompok kerja yang khusus menangani pelecehan seksual. Baru-baru ini, kampus menerima dana £50 ribu dari HEFCE Catalyst Fund untuk membentuk dukungan, mengembangkan lokakarya, dan melatih tim pengamat intervensi. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya