Suara Penggulingan Duterte Kembali Menyeruak
- REUTERS/Erik De Castro
VIVA.co.id – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Filipina, Gary Alejano, mendesak Presiden Rodrigo Roa Duterte untuk dilengserkan. Hal ini disampaikannya saat berada di Kongres Filipina, hari ini, Kamis 16 Maret 2017.
Alejano menuding Duterte melakukan kejahatan tingkat tinggi, mengkhianati kepercayaan publik, serta penyalahgunaan kekuasaan.
Anggota oposisi ini juga menuduh Duterte menyembunyikan aset dan mendorong penyelesaian kasus kejahatan narkoba di luar hukum (extrajudicial killings) dengan menggunakan 'pasukan kematian' ketika dia menjabat wali kota Davao.
"Keluhan kami ini menjadi 'kendaraan' Filipina untuk memiliki suara menentang dan melawan pelanggaran serta kejahatan Presiden Duterte. Kami sadar itu perjuangan yang berat. Tapi, kami percaya banyak akan mendukung langkah ini," kata Alejano, seperti dikutip situs Reuters, Kamis, 16 Maret 2017.
"Ada gereja, sekolah, masyarakat sipil, dan banyak orang Filipina yang tidak memilih serta tidak mendukung kebijakan presiden penjahat dan korup," tuturnya.
Lebih dari 8.000 orang telah tewas sejak Duterte menjabat sebagai presiden Filipina pada 30 Juni 2016. Dari 6.000 orang, sekitar 2.500 dalam penggerebekan polisi melalui sebuah operasi.
Juru Bicara Presiden, Ernesto Abella mengatakan, apa yang disuarakan Alejano itu adalah bagian dari plot yang lebih luas oleh lawan-lawan politik untuk melemahkan pemerintahan Duterte.
"Tampaknya agak dramatis bahwa segala sesuatu begitu dikoordinasikan pada tahap ini. Sepertinya, mereka sedang 'mengokang laras'," kata Abella.
Namun sepertinya, upaya untuk menjatuhkan Duterte sulit lantaran rating popularitasnya yang masih tinggi dan ia menikmati dukungan besar di parlemen bikameral (DPR dan Kongres).
Sebelumnya, isu penggulingan Duterte disuarakan pada pertengahan Desember 2016. Kala itu, dua anggota Parlemen Filipina, Senator Richard Gordon, dan Leila de Lima menyatakan, Presiden Filipina Rodrigo Roa Duterte layak dilengserkan, atau impeachment atas kasus pelanggaran hak asasi manusia.
Kedua anggota parlemen tersebut terkejut, saat Duterte mengaku pernah membunuh penjahat dengan tangannya sendiri, ketika ia masih menjadi Wali Kota Davao.
Gordon, yang mengepalai Komite Keadilan Senat Filipina, mengungkapkan, Duterte telah membuka jalannya sendiri untuk menghadapi pelengseran. Ia juga menyebut, tindakan Duterte adalah aksi main hakim sendiri.
Sementara itu, de Lima adalah seorang kritikus yang menentang keras pernyataan Duterte dan menyebut pengakuan presiden fenomenal itu bisa menjadi landasan parlemen untuk secepatnya dilengserkan. (art)