Perusahaan di Eropa Wajib Larang Pegawai Perempuan Berjilbab

Umat Muslim di Eropa.
Sumber :
  • Reuters

VIVA.co.id – Pengadilan Uni Eropa (European Court of Justice/ECJ) akan melarang pemakaian jilbab atau hijab dengan dalih anti-diskriminatif dan bebas simbol politik.

Bikin Kegiatan Donor Darah di Jaksel, AAI Siapkan Konsultasi Hukum Gratis ke Warga

Pengadilan Uni Eropa juga memutuskan memperbolehkan pihak perusahaan melarang karyawannya memakai simbol-simbol keagamaan di tempat kerja.

Hal ini diputuskan ECJ pada Selasa, 14 Maret kemarin, di Brussels, Belgia. Menurut mereka, keputusan ini bukan merupakan bentuk 'diskriminasi langsung', melainkan kebebasan berpenampilan dari simbol agama.

CEO Speaks Nextgen Startup Day: Kupas Tuntas Ketahanan Bisnis di Tengah Startup Berguguran

Ketua Partai Rakyat Tengah Kanan Eropa, Manfred Weber, menyambut positif keputusan pengadilan tersebut. Ia menyebut ini sebagai kemenangan bagi nilai-nilai luhur Eropa.

"Putusan Penting oleh Pengadilan Eropa. Pengusaha memiliki hak untuk melarang jilbab di tempat kerja di seluruh Eropa. Nilai-nilai Eropa harus diterapkan dalam kehidupan masyarakat," kata Weber dalam Twitter pribadinya, seperti dikutip situs Aljazeera, Rabu, 15 Maret 2017.

Gerindra Dukung Maruarar Sirait Gelar Sayembara Rp8 Miliar untuk Tangkap Harun Masiku

Sementara kritikus menyebut larangan ini sebegai kebijakan terselubung yang menargetkan Muslim. "Larangan simbol-simbol agama dan politik rasanya saya sebagai larangan terselubung terhadap jilbab. Saya tidak bisa memikirkan simbol lain yang akan mempengaruhi ratusan ribu orang di Eropa," kata Warda el-Kaddouri.

"Dengan menyatakan bahwa perempuan berjilbab hanya bisa melepas jilbab mereka, Anda menyiratkan bahwa pemberdayaan perempuan untuk mengendalikan tubuh mereka sendiri dan membuat keputusan individu hanya diperuntukkan bagi wanita kulit putih," ungkapnya.

Adapun, Kim Lecoyer, Presiden Pengacara Muslim Wanita untuk Hak Asasi Manusia yang berbasis di Belgia, mengatakan putusan itu bentuk legitimasi diskriminatif berdasarkan agama.

"Pengadilan bisa dan harus mengambil kesempatan untuk menahan laju ke beberapa diskriminasi yang dihadapi perempuan Muslim dan melindungi hak-hak dasar mereka, tetapi mereka memilih untuk tidak," kata Lecoyer.

Kementerian Ekonomi Kreatif Gandeng BRIN

BRIN Diperlukan untuk Bantu Riset dan Data Terkait Pengembangan Ekonomi Kreatif

Menteri Ekonomi Kreatif, Teuku Riefky Harsya menggandeng Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dalam pengambilan kebijakan strategis di Kementerian Ekonomi Kreatif. Men

img_title
VIVA.co.id
29 November 2024