Ramai-ramai Hujat Israel soal Pelarangan Azan
- Reuters/Ronen Zvulun
VIVA.co.id – Rencana Israel melarang kumandang azan melalui rancangan undang-undang (RUU) menuai protes dan hujatan. Turki dan Palestina mengutuk kebijakan pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Ulama berpengaruh Turki, Mehmet Gormez, mengatakan, aturan pelarangan azan dengan memakai pengeras suara sama saja menolak keberadaan Islam di Negeri Zionis tersebut.
Gormez, yang juga menjabat Presiden Lembaga Hubungan Keagamaan Turki, menyebut RUU ini “tidak dapat diterima". "Saya ingatkan, tidak ada yang bisa membelenggu atau melarang orang untuk azan. Itu sangat tidak bisa diterima," kata Gormez, seperti dikutip situs Anadolu Agency, Jumat, 10 Maret 2017.
Ia juga menekankan bahwa masjid tidak hanya tempat di mana orang melakukan ibadah, tetapi juga tempat untuk bersama-sama membawa pesan damai dan saling toleransi.
Pada kesempatan terpisah, warga Palestina di Jalur Gaza melakukan aksi protes yang mengecam Knesset (Parlemen Israel) soal pengesahan RUU tersebut.
Aksi ini digelar oleh kelompok Jihad Islam sembari memegang spanduk tinggi-tinggi yang bertuliskan 'Anda tidak dapat membungkam azan kami' dan 'Azan kami lebih keras dari tirani Anda!'
Dalam pidato yang disampaikan, anggota Jihad Islam Ahmed al-Modallal menyatakan bila RUU ini hanya akan menambah daftar panjang kejahatan kemanusiaan Israel terhadap Muslim.
"Kami tidak akan membiarkan hukum seperti itu terjadi," tegas al-Modallal. "Dari Jalur Gaza yang terkepung, kami menyatakan bahwa azan tidak akan dibungkam di masjid-masjid Yerusalem".
Ia pun menyerukan kepada semua faksi Palestina untuk bersatu menghadapi keputusan Israel ini. Komentar Mehmet Gormez dan Ahmed al-Modallal ini datang satu hari setelah Knesset menyetujui pembacaan awal RUU kontroversial tersebut.
Dalam draf RUU menyebutkan kumandang azan dilarang di Israel dan Yerusalem Timur mulai pukul 23.00-07.00 waktu setempat. Selain itu, bila RUU ini disahkan maka bagi yang melanggar akan dikenakan denda berkisar US$1.300 (Rp17,4 juta) hingga US$2.600 (Rp34,8 juta).
Saat ini, RUU masih digodok di Knesset untuk dibahas pada tahap kedua dan ketiga, serta masih harus disetujui oleh mayoritas anggota Knesset sebelum resmi diundangkan. (one)