Krisis Rohingya dan Kepentingan Indonesia
- VIVA.co.id/Dinia Adrianjara
VIVA.co.id – Krisis kemanusiaan yang dialami etnis Rohingya di Negara Bagian Rakhine, Myanmar, tetap menjadi perhatian Indonesia. Sebab, Indonesia memiliki kepentingan dalam menciptakan perdamaian dan kesejahteraan.
Menurut Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Binny Buchori, Presiden Joko Widodo telah mencanangkan hal tersebut dalam Agenda Nawacita.
"Sudah menjadi niat Presiden Jokowi yang tercantumkan dalam visi dan misi serta peran Indonesia di kawasan dan menciptakan regional yang adil dan aman," kata Binny, di Jakarta, Kamis, 9 Februari 2017.
Dalam Agenda Nawacita yang dirancang pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla juga telah disampaikan mengenai penguatan peran Indonesia dalam kerja sama global dan regional untuk membangun saling pengertian antarperadaban.
Selain itu, Indonesia juga ingin memajukan demokrasi dan perdamaian dunia. "Agenda ini juga menuliskan bahwa Indonesia akan meningkatkan kerja sama pembangunan Selatan-Selatan serta mengatasi masalah-masalah global yang mengancam umat manusia. Salah satunya kasus Rohingya," ujar Binny.
Ia menegaskan sudah menjadi strategi presiden untuk memperkuat Indonesia sebagai negara kekuatan menengah. Terkait penyelesaian konflik Rohingya, Binny mengungkapkan, Indonesia memilih untuk tidak menggunakan cara 'megaphone diplomacy', tetapi lebih menekankan pendekatan persuasif.
'Megaphone diplomacy' adalah istilah dari berkoar-koar di depan publik yang menimbulkan perhatian khalayak.
"Kita memilih gaya persuasif dan melibatkan masyarakat sipil sehingga menciptakan keadaan yang lebih aman. Pasti plus dan minusnya. Tetapi, sejauh ini pendekatan kami yang bisa diterima di Myanmar dan berdampak untuk perbaikan di Rakhine," tegas Binny.