Pencari Suaka Timteng Demonstrasi di Kantor UNHCR Jakarta

Ilustrasi pencari suaka di Jakarta
Sumber :
  • VIVA.co.id/Avra Augesty

VIVA.co.id – Para pencari suaka yang berasal dari negara konflik di Timur Tengah kembali menggelar aksi demonstrasi di depan kantor Badan PBB untuk Pengungsi, UNHCR, Jakarta, Rabu, 8 Februari 2017.

UNHCR Minta RI Izinkan Kapal Pengungsi Rohingya Berlabuh

Ini merupakan aksi ketiga yang mereka lakukan dalam sepekan. Demonstrasi dilakukan karena mereka merasa tidak ada kejelasan pengurusan penempatan baru (resttlement) dari pihak UNHCR.

Hal tersebut menyebabkan nasib para pencari suaka yang kebanyakan berasal dari Afghanistan, Irak, Yaman, dan Sudan, terombang-ambing tanpa kepastian. Selain itu, bagi pencari suaka yang belum berkeluarga mereka mengaku jika tidak diperbolehkan bekerja di Indonesia.

Penertiban Pengungsi Afghanistan Ricuh di Medan, Ada yang Bakar Diri

"Kami tak diizinkan bekerja di sini (Jakarta). Aku dapat bertahan hidup di Jakarta dengan bantuan teman dan bantuan organisasi kemanusiaan. Kedutaan besar kami juga tidak mau membantu karena kami memiliki masalah dengan mereka," papar Ibrahim (33), seorang pencari suaka asal Darfur, Sudan Barat, yang negaranya tengah dilanda konflik antara kelompok Janjaweed.

Ia kembali bercerita kalau dirinya meninggalkan Sudan karena pemerintah menghancurkan tempat tinggalnya. Pria yang kabur dari Sudan sejak 2011 ini mengaku beberapa negara sudah mau menampungnya, namun ia akhirnya memilih Indonesia.

UNHCR Peringatkan Kemungkinan "Penderitaan Lebih Besar" di Afghanistan

"Kami pilih Indonesia karena kami anggap aman dan dapat memberikan hak yang tepat," ujar Ibrahim. Ia menambahkan, selama enam tahun tinggal di Jakarta, dirinya bersama pencari suaka lainnya hanya bermasalah dengan UNHCR, karena salah satu badan PBB tersebut dinilai lamban dalam mengurus proses resttlement.

Bukan hak pengungsi

Menurut Ibrahim, lambannya pengurusan lantaran resettlement yang diberikan UNHCR jumlahnya terbatas. "Aku dan pencari suaka lainnya sudah tinggal di sini (Jakarta) selama enam tahun. Kami merasa sudah layak mendapatkan status sebagai pengungsi. Tapi UNHCR tidak mengurusnya dan diam saja. Kami harus menunggu tanpa kejelasan," kata Ibrahim.

Saat ini, jumlah pengungsi yang terdaftar di UNHCR ada sekitar 7.800 orang dan total pencari suaka ada sekitar 14 ribu orang. Pada kesempatan yang sama, Juru Bicara UNHCR, Mitra Salima Suryono menjelaskan, masalah pengungsi bukan hanya dialami Indonesia saja, tetapi susah menjadi isu global.

Mengingat, Indonesia hanya sebagai negara transit, maka mereka tak bisa berbuat apa-apa dan harus segera ditempatkan di negara ketiga. "Jadi begini. Penempatan baru (resettlement) pada prinsipnya bukan hak seorang pengungsi. Itu hanya salah satu opsi dari serangkaian solusi yang 'mungkin' bisa diberikan ke pengungsi," ungkapnya.

Selain resettlement, ada pemulangan sukarela apabila kondisi di negara asal sudah aman dan yang bersangkutan mau pulang. "Ada juga temu kangen dengan keluarga (family reunification) dan ada beberapa solusi lainnya," papar Mitra.

Menurutnya, solusi yang diberikan ke pengungsi tergantung pada kasus individu masing-masing. Di samping itu, resettlement juga merupakan sesuatu yang diberikan oleh negara ketiga sebagai negara penerima. "Kami tidak ikut campur tangan terhadap keputusan yang dibuat oleh negara bersangkutan," katanya, berkilah.

Pengungsi Rohingya. BBC Indonesia

Pengungsi Rohingya kabur dari RI ke Malaysia dengan Bayar Rp20 Juta

Seorang Rohingya bermukim di Malaysia mengaku rela membayar sekitar Rp20 juta untuk penyelundup yang membawa kabur seorang saudaranya dari Aceh ke negeri jiran itu.

img_title
VIVA.co.id
21 Februari 2022