Bea Cukai AS Bidik Warga Muslim di Perbatasan
- REUTERS / Stephanie Keith
VIVA.co.id – Direktorat Bea Cukai Amerika Serikat, akan menginterogasi warga AS yang beragama Islam, setelah mereka datang dari luar negeri.
Kepala Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR) Cabang Florida, Hassan Shibly memperkirakan, sekitar 50-70 persen dari warga Muslim ditahan pihak otoritas imigrasi, dengan alasan 'pemeriksaan sekunder'.
Jumlah warga Muslim AS saat ini, hanya satu persen dari total populasi yang berjumlah 319 juta jiwa. "Selama bertahun-tahun ada laporan dari Muslim Amerika yang ditahan oleh Bea Cukai dan mempertanyakan tentang praktik agama mereka," kata Shibly, seperti dikutip situs Anadolu Agency, Kamis 2 Februari 2017.
Sejak Donald Trump resmi dilantik menjadi Presiden AS ke-45, selama dua minggu terakhir, ia melihat adanya peningkatan tajam bahwa anggota komunitas Muslim Amerika, menjadi target utama pemeriksaan sekunder.
"Kami telah menerima ‘ribuan keluhan’ dalam gelombang ‘luar biasa'. Ini bukti yang tidak dapat disangkal bahwa pihak Bea Cukai (CBP/Customs and Border Protection) tidak proporsional, karena menargetkan warga Muslim. Ini sangat jelas pelanggaran berat hak-hak warga sipil," ungkap Shibly.
Ia pun mencontohkan apa yang dimaksud pemeriksaan sekunder. "Mereka ditanyai oleh pertanyaan yang sangat tidak pantas. Contohnya, 'apakah Anda seorang Muslim yang taat? Berapa kali sehari Anda salat? Siapa ulama yang Anda sering dengar ceramahnya?.'"
Pemerintahan Trump, disebut berniat mengubah dan mengganti program pemerintah yang didesain untuk melawan semua ideologi kekerasan. Namun, Trump kini terfokus dengan menyasar ekstremis Islam.
Lima orang pejabat dari pemerintahan Trump memberikan penjelasan, program yang di masa pemerintahan Obama diberi nama ‘Countering Violent Extremism’ atau CVW, akan diganti namanya menjadi ‘Countering Islamic Extremisme’ atau ‘Countering Radical Islamic Extremism’.