Mengintip 'Tempat Pembuangan' Rohingya dari Bangladesh
- REUTERS/Soe Zeya Tun
VIVA.co.id – Rencana pemerintah Bangladesh merelokasi pengungsi etnis Rohingya ke wilayah Thengar Char, Pulau Hatiya, Teluk Benggala, menuai protes. Sebab, relokasi ini 'dipaksakan sehingga akan menimbulkan kontroversi'.
Selain itu, wilayah tersebut merupakan pulau terpencil yang minim infrastruktur dan akses yang sulit. Dengan demikian, Thengar Char akan menjadi 'tempat buangan' bagi etnis yang tidak diakui oleh Myanmar ini.
Mengutip situs Aljazeera, Rabu, 1 Februari 2017, Thengar Char kerap dilanda banjir pasang dan tidak memiliki jalan atau pertahanan banjir. Akibatnya, pulau ini menjadi langganan digenangi air laut.
Tak hanya itu, Thengar Char hanya bisa diakses selama musim dingin, dan yang lebih mengerikan lagi, surga bagi bajak laut.
Seorang pejabat, seperti dikutip situs Reuters, mengungkapkan, telah menanam pohon sebagai upaya untuk melindungi daratan dari banjir pasang selama satu dekade. Namun, upaya ini tidak pernah berhasil.
“Selama musim hujan akan benar-benar banjir. Pulau seperti tenggelam. Saya sangat tidak setuju mereka (Rohingya) ditempatkan di pulau seluas 2.430 hektar itu," kata pejabat yang enggan disebut identitasnya.
Thengar char terbentuk sekitar 10 tahun lalu oleh sedimen dari Sungai Meghna. Akan tetapi, namanya tidak muncul di dalam peta. Pulau itu terletak sekitar 30 kilometer ke arah timur dari Pulau Hatiya, yang memiliki populasi penduduk 600 ribu jiwa.
Untuk mencapainya, etnis Rohingya harus menempuh perjalanan hingga sembilan jam dari kamp-kamp pengungsian saat ini. Seperti diketahui, sekitar 232 ribu Muslim Rohingya - baik yang terdaftar maupun belum - sudah tinggal di Bangladesh.
Angka ini melonjak drastis dari sebelumnya yang hanya 65 ribu jiwa akibat kekerasan yang dilakukan oleh militer Myanmar di Rakhine sejak Oktober 2016. Saat ini, mayoritas dari mereka tinggal di kamp-kamp pengungsi kumuh di Distrik Bazar Cox.
Distrik ini berbatasan langsung dengan Rakhine dan Bangladesh, serta merupakan kawasan resor wisata terbesar. Pada 2015, Bangladesh melakukan protes soal relokasi pengungsi Rohingya, yang mereka nilai, seharusnya menjadi tanggung jawab bersama dengan Myanmar.
Namun, ada tuduhan bahwa Bangladesh tidak siap untuk menampung mereka lantaran terbentur masalah anggaran.