Rusia Sebut Kinerja Badan Intelijen AS Sangat Buruk
- www.huffingtonpost.com
VIVA.co.id – Sepekan sebelum Donald Trump dilantik sebagai presiden ke-45 Amerika Serikat, banyak isu tak sedap menghampirinya.
Salah satunya adalah pernyataan Badan Intelijen AS, CIA, yang meyakini bahwa Rusia memiliki bukti rekaman seksual yang diduga melibatkan Trump dengan sejumlah pekerja seks komersial (PSK).
Sejak ramai diperbincangkan, Presiden Rusia Vladimir Putin dan Trump telah membantah keras isu tersebut. Sebab, isu beredar bahwa kepemilikan rekaman seksual tersebut akan digunakan Rusia untuk "memeras" Trump selama memimpin AS.
"Tentu isu tersebut adalah suatu kebohongan besar yang membuktikan sangat buruknya metode intelijensi Amerika. Oleh karena itu, saya sangat setuju dengan langkah Presiden Trump untuk merestrukturisasi formasi dari CIA," kata Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Mikhail Galuzin, di Jakarta, Selasa, 31 Januari 2017.
Pengungkapan bukti rekaman seksual ini terkuak setelah Christoper Steele, mantan anggota Badan Intelijen Inggris, MI6, mempublikasikan laporan setebal 35 halaman melalui situs Buzzfeed.
Berkas yang belum terverikasi itu berisi informasi dan tuduhan bahwa para pejabat Badan Intelijen Rusia (FSB) telah mengumpulkan dokumen rahasia tentang Trump, saat ia melakukan kunjungan bisnisnya ke Moskow beberapa waktu lalu.
"Intelijen Rusia tidak pernah mengumpulkan informasi negatif soal Trump, terlebih soal kunjungannya ke Moskow. Pemerintah Amerika yang sebelumnya (kepemimpinan mantan Presiden Barack Obama) memang telah membuat banyak hal buruk yang memperburuk hubungan antara Amerika Serikat dan Rusia," ujar Galuzin.
Dibandingkan dengan Barack Obama, Presiden Trump lebih memilih mendekat ke Rusia dan berjanji untuk membina hubungan bilateral yang konstruktif dengan Negeri Beruang Merah tersebut. Rusia pun menyambut baik dengan mengatakan akan bekerja sama dengan Amerika dalam berbagai bidang.
"Amerika saat ini telah mengubah nilai-nilai mereka. Kami akan menjalin hubungan yang saling membangun, hubungan yang saling menguntungkan dan tanpa mencampuri hubungan internal negara masing-masing," ungkap Galuzin.