Uni Eropa di Persimpangan Jalan
- www.thesun.co.uk
VIVA.co.id – Hengkangnya Inggris dari keanggotaan Uni Eropa, tidak membuat masalah di Benua Biru selesai. Saat ini, Uni Eropa sedang di persimpangan jalan, karena masa depan mereka bergantung pada pemerintah dan warga masing-masing negara anggota.
Tidak menutup kemungkinan Uni Eropa bakal kehilangan beberapa negara anggotanya. Hal ini disampaikan oleh pengamat politik Göran von Sydow dari Lembaga Studi Kebijakan Eropa di Swedia (SIEPS).
"Nasib Uni Eropa dalam beberapa tahun ke depan secara alami akan mempengaruhi opini publik. Inggris dan Uni Eropa mengalami masalah selama ini. Maka tak heran mereka keluar (Brexit). Tidak tertutup juga yang lain bakal ikut jejak Inggris. Saya melihat potensi itu ada di wilayah Eropa Utara seperti Belanda (Nexit), Finlandia (Fixit), Denmark (Dexit), atau bahkan Swedia (Swexit)," kata von Sydow, seperti dikutip situs Sputniknews, Selasa, 24 Januari 2017.
Sebelumnya, politisi anti-imigrasi Belanda, Geert Wilders mengatakan, sekarang saatnya bagi Belanda memiliki kesempatan untuk memutuskan 'Nexit'. Menurutnya, Belanda harus memiliki kesempatan untuk bertanggungjawab penuh pada negaranya, untuk memutuskan keuangan, perbatasan, dan kebijakan imigrasi.
Di Swedia, menurut von Sydow, telah lama terbentuk opini di masyarakat yang menolak keberadaan Uni Eropa. Bahkan, hal ini sampai Parlemen Swedia dan menjadi mayoritas. Hingga kini, perdebatan ini masih menjadi isu hangat di sana.
Tidak ada yang tidak mungkin
Bagaimana pun, ia melanjutkan, keberhasilan referendum Inggris bisa menularkan dampak dan gejolak yang sama pada negara Eropa lainnya. Selain itu, secara ekonomi, Swedia, salah satu negara Nordik, tetap menolak mengganti mata uang mereka, Krona, dengan Euro, sejak resmi menjadi anggota Uni Eropa pada 1 Januari 1995.
Hal ini diikuti pula oleh Denmark dan Norwegia. Pernyataan von Sydow lain yang patut diperhatikan adalah bahwa Uni Eropa adalah organisasi disfungsional dan birokrasi.
Ia kemudian mencontohkan krisis ekonomi yang menimpa Yunani dan masalah pengungsi. "Mereka (Uni Eropa) ingin menghukum Yunani atas kerugian keuangan yang akhirnya mendapat suntikan dana (bailout) dari perbankan Jerman dan Prancis," paparnya.
Namun, von Sydow mengungkapkan, Uni Eropa melanggar Pedoman Brussels yang seperti 'menutup mata' terhadap kebijakan dua negara anggotanya, Polandia dan Hungaria, yang menolak pengungsi.
Kendati demikian, meskipun 'Swexit' belum akan terjadi, namun sekali lagi, tidak ada yang tidak mungkin terjadi. "Tidak ada yang abadi," ungkap von Sydow.