Indonesia Minta Solusi Dua Negara Segera Diwujudkan
- REUTERS/Andrew Kelly
VIVA.co.id – Konferensi Tingkat Menteri dengan agenda konflik Palestina menyepakati Solusi Dua Negara atau two state solution sebagai pilihan untuk menciptakan perdamaian. Solusi Dua Negara dianggap sebagai satu-satunya cara.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia Arrmanatha Nassir mengatakan, Indonesia sempat mengajukan pembentukan time table atau kerangka waktu sebagai landasan agar proses "solusi dua negara" (two-state solution) perdamaian Palestina dan Israel dapat tercapai.
Usulan tersebut disampaikan oleh Wakil Menteri Luar Negeri RI Abdurrahman Mohammad Fachir saat memimpin delegasi Indonesia dalam Konferensi Paris yang digelar selama dua hari di Paris, Ibu Kota Prancis, pada tanggal 14 hingga 15 Januari 2017.
Arrmanatha menyebut kesepakatan yang dibentuk juga harus dikomunikasikan dengan masyarakat Palestina dan Israel agar upaya ini dapat mendorong kemajuan perdamaian dua negara yang bertikai tersebut.
"Kita sempat usulkan adanya time table sebagai acuan agar proses two state solution dua negara yang berseteru ini jelas," ucap Arrmanatha saat mengisi acara press briefing di kantor Kemenlu RI, Jakarta Pusat, Rabu 18 Januari 2017.
Arrmanatha menambahkan yang menjadi fokus utama Indonesia dalam konferensi itu adalah seluruh kepala negara atau perwakilan negara sepakat agar two-state solution antara Palestina-Israel harus segera direalisasikan. Hal itu dikarenakan two-state solution merupakan satu-satunya jalan keluar bagi ketegangan yang terjadi di dua negara ini.
"Kemarin juga dibahas insentif ekonomi dan politik untuk mendorong dua negara duduk di meja perundingan," kata Arrmanatha.
Selain mengusulkan dibentuknya suatu rancangan proses two-state solution, Indonesia juga mengusulkan sebuah pencapaian kondisi yang kondusif untuk memulai perundingan tersebut.
Dikutip melalui BBC, konferensi mengenai Timur Tengah ini ditutup dengan penegasan kembali komitmen masyarakat internasional terhadap solusi dua negara (two-state solution) antara Israel dan Palestina. Dalam pernyataan yang dikeluarkan di akhir pertemuan, Minggu, 15 Januari 2017, negara-negara peserta menyatakan bahwa hanya "solusi dua negara" yang dapat menyelesaikan konflik antara Palestina dan Israel.
Keduanya juga tidak boleh mengambil langkah sepihak karena dapat mengancam perundingan damai di masa mendatang. Kedua belah pihak hendaknya tidak mengambil langkah-langkah yang membahayakan hasil perundingan tentang masalah status final, termasuk antara lain (status) Jerusalem, perbatasan, keamanan, dan pengungsi.
Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Marc Ayrault menyebut ada lebih dari 70 negara yang hadir dalam Konferensi Paris. Semuanya bertekad ingin memulihkan keamanan di kawasan Timur Tengah agar tidak diambil alih oleh kelompok Negara Islam (ISIS). Ia juga menyerukan adanya aksi untuk mencegah memburuknya konflik.
"Jika kita tidak melakukan apapun, kita harus bertanggung jawab apabila situasi memburuk dan berubah. Konflik ini sangat simbolis dan telah melampaui batas-batasnya," kata Ayrault.
Diketahui sebelumnya, konferensi internasional ini diadakan tanpa partisipasi Israel maupun Palestina. Oleh karenanya, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, menyebut bahwa terselenggaranya konferensi sangat sia-sia.