Filipina Protes China Pasang Senjata di Wilayah Sengketa
- Reuters
VIVA.co.id – Filipina mengajukan protes diplomatik kepada China terhadap pemasangan sistem anti- pesawat tempur dan sistem anti rudal di pulau-pulau buatan yang dibangun di Laut Cina Selatan, terutama di wilayah yang tengah disengketakan dengan Filipina.
Menurut laman harian The Bangkok Post, 17 Januari 2017, protes dari Manila itu dikirim ke Kedutaan Besar China pada Desember 2016, setelah mengonfirmasi laporan dari Pusat Studi Strategi dan Internasional yang berbasis di Amerika Serikat tentang pembangunan senjata pada tujuh pulau buatan di Spratly. Salah satu pulau itu berada di dalam Zona Ekonomi Eksklusif laut Filipina.
Menteri Luar Negeri Filipina, Perfecto Yasay, mengatakan peringatan ini penting untuk meningkatkan kewaspadaan agar tidak menimbulkan masalah besar. "Saya hanya ingin meyakinkan rakyat Filipina ketika pemerintah mengambil tindakan untuk memperingatkan China dalam sengketa ini. Pemerintah tidak ingin gegabah, tindakan provokatif seperti itu tidak akan menyelesaikan masalah," katanya.
China mengklaim hampir seluruh wilayah Laut China Selatan adalah miliknya, di mana nilai pengiriman barang tiap tahunnya mencapai sekitar U$5 triliun. Meski demikian, arbitrase internasional yang berkuasa pada tahun lalu membatalkan klaim tersebut.
Laut China Selatan telah lama menjadi masalah yang pelik untuk Filipina sejak Presiden Rodrigo Duterte mengubah kebijakan luar negerinya. Presiden Filipina ini ingin terlibat dan memiliki hubungan baru dengan China. Sampai saat ini, Filipina menjadi salah satu kritikus paling vokal terhadap ketegasan maritim Beijing.
"Kita tidak bisa melibatkan China dalam sebuah perang, tapi ketika ada laporan tentang pembangunan sistem senjata di daerah yang selama ini kami awasi, kami patikan bahwa kepentingan dan hak-hak Filipina benar-benar dilindungi," ujar Yasay.
Tahun ini Filipina akan memimpin ASEAN dan pekan lalu, Yasay mengatakan ia yakin kode etik antara pihaknya dan China dapat diselesaikan pada pertengahan tahun, setelah 15 tahun dan progres yang terbatas.
Minggu lalu, pulau buatan Tiongkok di Laut China Selatan menjadi isu panas ketika calon Menteri Pertahanan AS Rex Tillerson mengatakan dalam sidang Senat bahwa Beijing harus meninggalkan dan tidak diberi akses meunuju pulau kontroversial itu.
Pekan lalu, Yasay mengaku Filipina tidak akan mengambil bagian dalam kasus itu. Ia juga mengatakan kepada AS, "Biarkan mereka melakukannya."
(ren)