Puluhan Anggota Kongres AS Boikot Pelantikan Donald Trump
- REUTERS/Carlo Allegri
VIVA.co.id – Mantan Presiden Amerika Serikat, Bill Clinton bersama istrinya, Hillary Rodham Clinton, dipastikan menghadiri pelantikan Donald John Trump dan Mike Pence sebagai Presiden dan Wakil Presiden pada Jumat sore, 20 Januari 2017.
Namun, sebanyak 19 anggota Partai Demokrat dari delapan negara bagian sepakat untuk memboikot dengan tidak menghadiri pelantikan Trump.
Mengutip situs Independent, Selasa, 17 Januari 2017, dari 19 orang tersebut, muncul tokoh hak-hak sipil warga AS, John Lewis, Katherine Clark, Yvette Clarke, Jerrold Nadler, Ted Lieu, Mark Takano, dan Judy Chu.
Sementara empat dari delapan negara bagian asal anggota Kongres tersebut antara lain Arizona, California, Oregon dan New York. Selama 30 tahun menjadi anggota Kongres, baru kali ini Lewis absen dalam acara pelantikan Presiden AS.
Lewis bersama tokoh hak sipil AS, Marthin Luther King, pernah dipukuli oleh anggota organisasi rasis kulit putih, Ku Klux Klan, dalam memperjuangkan hak asasi manusia pada 1965.
Trump pernah meledek Lewis karena tokoh warga sipil itu mempertanyakan legitimasi taipan properti tersebut sebagai Presiden AS ke-45.
"John Lewis harus menghabiskan banyak waktu untuk memperbaiki dan membantu distriknya, yang mengerikan dan berantakan, ketimbang mengeluhkan tentang hasil pemilu," kata Trump.
Pernyataan Trump ini ditanggapi Anggota Kongres dari New York, Yvette Clarke, dengan nada tegas. "Saya tidak akan menghadiri pelantikannya. Ketika Anda menghina John Lewis, Anda menghina Amerika," kata Clarke, melalui akun Twitter pribadinya.
Anggota Kongres lainnya yang menyatakan tidak akan menghadiri pelantikan Trump adalah Katherine Clark, dari Negara Bagian Massachusetts. "Saya mendukung transisi kekuasaan secara damai. Tapi saya tidak merasa perlu untuk menghadiri arak-arakan untuk Presiden (Trump) yang satu ini," ungkapnya.
Menurut Clark, para keluarga di distriknya merasa ketakutan jika Presiden yang antiperempuan, antiimigran, dan anti-Muslim itu, akan memecah-belah rakyat AS dengan kebijakan-kebijakan kontroversialnya.