Penyelamatan WNI di Luar Negeri, Kerja Berat Kemlu di 2016
- VIVA.co.id/Rebecca Reifi Georgina
VIVA.co.id – Upaya perlindungan warga negara Indonesia di luar negeri terus diperbaiki dari waktu ke waktu. Indonesia menghadapi tantangan cukup berat dengan maraknya kasus penculikan WNI, baik di wilayah perairan Sulu maupun perairan Malaysia.
Melalui pidatonya yang disampaikan dalam Pernyataan Pers Tahunan Menlu 2017, Selasa 10 Januari 2017, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menjelaskan tentang kerja sama trilateral yang dilakukan tiga negara di Asia Tenggara untuk meningkatkan keamanan perairan Sulu dan Sabah.
"Pemecahan masalah ini diupayakan dengan pertemuan trilateral antara Indonesia, Malaysia, dan Filipina. Indonesia akan terus menekankan pentingnya menjaga keamanan wilayah perairan kepada tiap negara ini," katanya.
Dikatakan oleh Menlu Retno, 25 WNI berhasil dibebaskan dari penyanderaan yang dilakukan oleh kelompok Abu Sayyaf di Filipina Selatan. Empat WNI lainnya juga telah dibebaskan dari Somalia setelah 4,5 tahun disandera. Namun, masih ada empat orang yang masih harus dibebaskan di Filipina Selatan.
"Pemerintah tidak akan pernah tinggal diam sampai mereka kembali dengan selamat kepada keluarganya masing-masing. We will do whatever we can to release them," tutur mantan duta besar RI untuk Belanda itu.
Selain itu, konflik Suriah menjadi perhatian Indonesia. Hingga saat ini, Indonesia menjadi satu dari sedikit negara yang terus menjalankan misi diplomatik, baik melalui KBRI Damaskus, maupun kantor konsuler di Aleppo dan Lattakia untuk penampungan WNI.
Bahkan, pada 2016, diplomat Indonesia mampu menembus kota Raqqa, Suriah, untuk menyelamatkan WNI.
Tercatat sebanyak 11.065 kasus WNI di luar negeri telah diselesaikan pemerintah Indonesia, termasuk pembebasan 71 WNI dari hukuman mati. Selain itu, menyelesaikan dan memberikan perlindungan kepada 399 korban TPPO.
"Kemenlu juga memfasilitasi pemulangan 41.569 orang WNI, mengembalikan dana lebih dari Rp92 miliar kepada WNI melalui pembayaran diyat asuransi, gaji, dan kompensasi lainnya, serta menangani 512 ABK yang menghadapi permasalahan di luar negeri," ungkap Menlu Retno.
Respons cepat juga dilakukan dalam memberikan perlindungan kepada WNI di luar negeri. Upaya ini diuji sepanjang tahun 2016. Namun, Menlu menyebutkan kerja sama yang baik antara Kemenlu dan para perwakilan, sehingga kondisi tersebut dapat ditangani dengan baik.
Salah satu kasus di antaranya ratusan WNI yang terjebak di bandara-bandara Turki saat terjadi kudeta pada 15 Juli 2016. Sebanyak 190 mahasiswa Indonesia di Turki, yang kelangsungan studinya terancam pascakudeta, dapat dibantu otoritas RI.
Empat mahasiswa yang ditahan akibat krisis politik di Turki berhasil dibebaskan. Kemlu juga berhasil memulangkan 283 orang jemaah haji Indonesia pengguna paspor Filipina. Mereka dilepaskan dari tuntutan hukum karena status mereka sebagai korban.
"Selain itu, 34 WNI korban kapal pengangkut tenaga kerja Indonesia yang tenggelam di perairan Johor, Malaysia, dapat diselamatkan dan dipulangkan ke daerah asal," tutur Menlu Retno.
Dinamika dan mobilitas WNI di luar negeri yang semakin meningkat menjadikan penggunaan teknologi informasi dalam pelayanan dan perlindungan WNI sebagai sebuah keniscayaan.
Menlu Retno menjabarkan beberapa terobosan akan terus dilakukan seperti integrasi penuh database WNI di luar negeri (e-perlindungan) dengan database BNP2TKI. Integrasi selanjutnya dengan database Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri sudah mulai dipersiapkan.
"Secara proaktif, delapan Perwakilan RI sudah menerapkan pelayanan dan perlindungan berbasis teknologi dan aplikasi bergerak atau mobile application di KBRI Den Haag, Seoul, Bangkok, Brussel, Singapura, dan KJRI Jeddah, Hong Kong, serta KRI Tawau. Sejumlah perwakilan RI lainnya akan menyusul tahun ini," ujar Menlu Retno.