Kapal Induk Liaoning Memasuki Laut China Selatan
- Ecns.cn
VIVA.co.id – Gugus tempur armada kapal induk Liaoning memasuki wilayah Laut China Selatan, pada Senin, setelah melewati Taiwan Selatan. China mengklaim bahwa kehadiran armada angkatan lautnya di kawasan sengketa adalah bagian dari latihan militer rutin.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying, mengatakan, kehadiran armada kapal induknya tidak perlu dirisaukan karena masih bergerak dalam koridor hukum internasional.
"(Kapal induk) Liaoning berlayar sesuai dengan kebebasan hukum navigasi sebagaimana diatur dalam hukum internasional. Kami berharap semua pihak dapat menghormatinya," kata Hua, seperti dikutip situs Reuters, Selasa, 27 Desember 2016.
Armada militer China ini terdiri dari sebuah kapal induk Liaoning dengan pengawakan lima kapal perang sedang melewati wilayah tenggara Kepulauan Pratas, Taiwan, menuju barat daya. Sebelumnya, mereka melewati 90 mil laut selatan dari titik selatan Taiwan melalui Selat Bashi, antara Taiwan dan Filipina.
Langkah China ini dilakukan di tengah ketegangan barunya atas Taiwan akibat pernyataan Presiden Amerika Serikat terpilih Donald Trump dengan Presiden Taiwan Tsai Ing-wen melalui sambungan telepon, beberapa waktu lalu. Hal ini memantik kemarahan Beijing.
Tak hanya itu, kemarahan China makin meningkat ketika Angkatan Laut AS berpatroli dekat Laut China Selatan. Puncaknya, ketika kapal AL China menangkap dan menyita kapal tanpa awak (drone) bawah air milik AS. Namun kemudian, China mengembalikan drone tersebut.
Menanggapi kehadiran kapal induk China ini, Juru Bicara Kementerian Pertahanan Taiwan, Chen Chung-chi, mengungkapkan pihaknya telah mewaspadai manuver militer China namun tetap normal dalam menjaga keamanan wilayah laut dan udara.
Ia pun menolak untuk mengatakan apakah jet tempur dan kapal selam Taiwan akan dikerahkan guna mengadang armada militer China. "Kami akan terus memantau dan memahami situasi terkini," kata dia.
Sementara itu, anggota parlemen Taiwan, Johnny Chiang, mengatakan, latihan perang tersebut merupakan sinyal kuat China untuk AS yang telah dirusak oleh gugusan pulau pertama yang meliputi Pulau Ryukyu, Jepang dan Taiwan.
Seperti diketahui, Beijing mengklaim sepihak Laut China Selatan yang menghasilkan US$5 triliun per tahun dengan jalur perdagangannya. Wilayah ini juga diklaim oleh Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Taiwan dan Vietnam.